Beranda

Selasa, 25 Januari 2011

Novel Totto-chan Sebagai Media Komunikasi Persuasif Dalam Mewujudkan Budaya Active Learning

oleh Dewi Gustiana Putri

Pendahuluan
Media komunikasi bukan hanya terpaku pada media komunikasi massa seperti pada umumnya berupa televisi, radio, dan koran saja. Karya sastra juga merupakan media untuk mengkomunikasikan ide atau gagasan si pencipta kepada khalayak luas. Pencipta karya sastra bisa menuangkan saran, sindiran, atau informasi lainnya sesuai dengan peristiwa yang biasanya sedang hangat dibicarakan.
Novel merupakan salah satu karya sastra yang dapat dijadikan media komunikasi, karena penyajian pesan komunikasinya dengan cara menumpangkan pada suatu objek atau peristiwa yang sedang menarik perhatian khalayak. Kita dapat mengetahui pesan dari novel tersebut tentunya dari amanat, baik yang tersirat maupun yang tersurat. Hanya saja saat ini sedikit sekali novel-novel yang dapat memberikan dampak positif bagi pembaca, sehingga pembaca terinspirasi merubah tindak dan perilaku. Novel yang beradar kebanyakan adalah novel yang hanya berkutat pada romansa percintaan. Padahal seharusnya sebuah karya sastra bisa dijadikan media untuk mendidik pembaca.  
Sebenarnya sebuah karya sastra merupakan media komunikasi persuasif yang baik karena di dalamnya kita dapat mengungkapkan kejadian atau peristiwa secara kronologis dan sarat akan amanat. Novel yang berujudul Totto-chan Gadis Cilik di Jendela karya Tetsuko Kuroyanagi ini ternyata merupakan novel benuansa pendidikan. Memang dari judulnya tidak mencerminkan nuansa tersebut, tetapi setelah dibaca banyak sekali amanat yang terkandung didalam mengenai metode pembelajaran aktif. Si penulis menuliskan cerita dengan bahasa yang ringan, mengungkapkan cerita pengalaman pribadi yang sederhana tetapi dapat menggugah pembaca. Bagaimana sebuah novel dapat menjadi media komunikasi persuasif yang baik, tentunya dapat dilihat dari peran penulis (komunikator) dalam mengelola pesan yang disampaikan sedemikian rupa kepada pembaca (komunikan) sehingga dapat menimbulkan sebuah efek.

Komunikasi Persuasif
Berbeda dengan komunikasi informatif yang bertujan hanya untuk memberi tahu, komunikasi persuasif bertujuan untuk mengubah sikap, pendapat, atau perilaku seseorang.  Komunikasi persuasif dilakukan dengan halus, luwes, yang mengandung sifat-sifat manusiawi. Agar komunikasi persuasif itu mencapai tujuan dan sasarannya, maka perlu dilakukan perancanaan yang matang. Perencanaan yang dilakukan berdasarkan komponen-komponen komunikasi yaitu komunikator, pesan, media, dan komunikan. Bagi seorang penulis (komunikator) suatu pesan yang akan dikomunikasikan sudah jelas isinya, tetapi yang perlu dijadikan pemikiran adalah pengelolaan pesan dengan bahasa yang baik dan media dalam hal ini berupa novel.
Pesan atau amanat dalam novel harus ditata sesuai dengan diri pembaca (komunikan) yang akan dijadikan sasaran. Ada beberapa teknik komunikasi persuasif, yaitu teknik asosiasi, teknik integrasi, teknik ganjaran, teknik tataan, dan teknik red-herring. Dalam sebuah novel biasanya menggunakan teknik asosiasi dan teknik tataan. Teknik asosiasi adalah penyajian pesan komunikasi dengan cara menumpangkannya pada suatu objek atau peristiwa yang sedang menarik perhatian khalayak. Sedangkan teknik tataan adalah upaya menyusun pesan komunikasi sedemikian rupa, sehingga enak didengar atau dibaca serta termotivasikan untuk melakukan sebagaimana disarankan oleh pesan tersebut. Penulis karya sastra (komunikator) sama sekali tidak membuat fakta pesan tadi menjadi cacat. Faktanya sendiri tetap utuh, tidak diubah, tidak ditambah, dan tidak dikurangi.
Dalam komunikasi persuasif penulis karya sastra (komunikator) harus memperhatikan penyampaian pesan yang dikemas dengan baik. Pesan yang dikemas dengan baik jika, pesan dirancang dapat menarik perhatian pembaca, pesan harus menggunakan tanda-tanda pengalaman yang sama antara komunikator dan komunikan, sehingga dapat sama-sama mengerti. Pesan harus membangkitkan kebutuhan pribadi pihak komunikan, dan menyarankan beberapa cara untuk memperoleh kebutuhan itu.
Di era  modernisasi ini peran media komunikasi sangat penting untuk menyajikan contoh, persuasi, penerangan, dan pendidik. Tidak hanya terpaku pada media massa saja, karya sastra pun saat ini baik digunakan untuk media komunikasi. Pembaca (komunikan) kadangkala bosan dengan informasi-informasi disajikan di media massa, komunikan ingin masuk ke dunia dimana ia dapatv mengetahui informasi dan amanat yang baik tanpa harus menggurui atau memprofokasi. Maka dari itu novel merupakan salah satu media yang dapat menunjang hal tersebut.
Novel Totto-chan memang menghadirkan fakta atau kisah nyata dari sang penulis yaitu Tetsuko Kuroyanagi. Ia benar-benar menceritakan kronologis kejadian secara detail. Proses penataan bahasa yang baik, sehingga setiap cerita yang disampaikan berisi sebuah amanat yang langsung mengispirasikan pembaca. Si penulis (komunikator)  harus dilengkapi dengan knowledge dan knowhow jika memang ingin mempengaruhi pembaca (komunikan).

Novel Totto-chan sebagai media komunikasi persuasif
Untuk dapat menjadi media komunikasi persuasif sebuah novel harus memiliki pesan atau amanat yang baik bagi pembaca. Sebagaimana dengan novel yang berjudul Totto-chan Gadis Cilik di Jendela yang cerita didalamnya sarat akan amanat positif bagi pembaca.
Totto-chan Gadis Cilik di Jendela merupakan sebuah novel non fiksi karya Tetsuko Kuroyanagi. Diterbitkan pertama kali di Jepang pada tahun 1981. Di Indonesia, buku ini diterbitkan pertama kali tahun 2003. Tetsuko menceritakan pengalaman hidupnya saat ia masih bersekolah SD dengan sangat menarik. Bukan cara berceritanya yang manarik, tapi cerita hidupnya itu sendiri. Cerita Totto-chan yang sangat ingin tahu (lebih dari anak-anak seumurnya) ditambah dengan cara pendidikan unik yang diterapkan Tomoe Gakuen merupakan sebuah pelajaran berharga yang sebenarnya bisa dipetik oleh para guru di Indonesia, atau bahkan diadopsi sebagai cara pendidikan di Indonesia.
Sang kepala sekolah Tomoe yang berhasil menciptakan dan menerapkan cara pendidikan yang bisa mengangkat bakat dan minat setiap murid asuhannya dengan tanpa mengesampingkan pendikan moral dan sopan santun. Itulah yang menjadi pesan dalam novel ini bagaimana menciptakan metode belajar yang efektif dan menyenangkan.
Dari pengalaman yang saya alami, novel ini bisa menjadi sarana komunikasi persuasif bagi kita yang memiliki perhatian khusus pada dunia pendidikan di Indonesia saat ini. Saya akan menceritakan mengapa saya mengatakan bahwa novel Totto-chan ini bisa menjadi sarana komunikasi persuasif yang baik.
Saat semester 3 saya mendapatkan matakuliah Teori Belajar dan Pembelajaran (TBP). Pada matakuliah itu diajarkan bagaimana kita sebagai calon guru harus menggunakan  metode yang tepat dalam memperlakukan peserta didik. Sang dosen tidak hanya menjelaskan teori tentang metode-metode pembelajaran yang efektif saja ketika itu. Dosen yang bernama Ibu Nara memberikan tugas kepada mahasiswanya untuk membaca novel yang berjudul Totto-chan tersebut, lalu ia menyuruh mahasiswanya untuk mengaitkan dengan teori yang diajarkan dari matakuliah TBP.
Semua mahasiswa pun membaca novel tersebut, dan masing-masing dari mereka mengungkapkan kesan setelah membaca novel tersebut. Begitupun dengan saya, ketika selasai membaca novel ini, saya menangkap pesan yang penuh dengan inspirasi. Dari situ saya berpikiran bahwa ketika nanti saya menjadi seorang guru, saya harus menggunakan metode belajar yang tepat agar dapat memacu kreatifitas siswa dan membuat siswa menjadi tidak jenuh saat mengikuti pelajaran. Betapa banyak metode pembelajaran yang yang efektif, tinggal bagaimana seorang guru menerapkan dan memodikfikasi metode tersebut sehingga dapat menjadi sarana yang menyenangkan untuk peserta didik belajar.
Sang dosen sangat tepat memilih media novel untuk mempersuasi mahasiswa agar terpacu untuk menggunakan metode pembelajaran yang efektif saat kita menjadi guru nanti. Sebuah novel juga dapat member sebuah sugesti dalam diri seseorang, dalam novel Totto-chan ini misalnya bahwa seorang peserta didik jika diberi pengaruh yang tepat oleh orang pengajar (orang dewasa) akan bisa menjadi pribadi yang pandai menyesuaikan diri dengan orang lain.
Fakta lainnya bahwa sebuah novel dapat dijadikan sara komunikasi persuasif adalah novel ini dibaca sebagai buku wajib untuk pendidikan di Jepang. Itu menandakan bahwa betapa banyak orang yang merasakan pengaruh besar terhadap novel tersebut. Novel tersebut mengajak para pendidik untuk dapat bersikap sebagai guru yang professional. Mengajarkan para peserta didik dengan metode yang menyenangkan.
            Contoh novel lainnya yaitu novel yang berjudul Ketika Aku menyentuh Awan karya  Damien Dematra. Novel ini menceritakan seorang gadis yang bernama Tiara menderita penyakit lupus yang sampai saat ini belum dapat disembukan. Novel ini mengajak bagi penderita lupus untuk optimis dalam menjalani hidup, jangan mau dikalahkan oleh penyakit. Mengajak para pembca untuk selalu bersyukur dengan kesehatan yang telah diberikan Tuhan.
            Begitulah sebuah karya sastra dapat memberikan sugesti kepada pembacanya. Bahwa sebuah komunikasi persuasif tidak harus selalu melalui jalur media massa dan elektronik saja.

Novel Totto-chan mengispirasikan Active Learning
Ketika kita membaca novel, pembaca pasti sudah dapat mengimajinasikan kronologis cerita di dalamnya sehingga dapat memperoleh gambaran tentang suatu hal yang ingin disampaikan penulis (komunikator) kepada pembaca (komunikan). Penulis tentunya sudah mempunyai ide atau gagasan apa saja yang ingin disampaikan, sehingga membentuk sebuah komunikasi persuasif yang positif bagi pembaca.
Di dalam novel Totto-chan mengispirasikan akan sesuatu, yaitu mengenai metode pembelajaran yang aktif dan tidak membosankan. Buku ini lebih mirip buku cerita ringan yang dapat menjadi sumber inspirasi siapa saja yang ingin membuat sekolah menjadi tempat pengembangan diri yang menyenangkan. Banyak hal-hal yang menarik yang bisa dilakukan di sekolah, bukan hanya sekedar membaca, menulis dan berhitung. Sekolah adalah sebuah tempat yang mengasyikkan untuk membina potensi diri dan belajar menikmati interaksi dengan orang lain. Buku ini juga akan membuka wawasan tentang potret kehidupan sehari-hari di sekolah dari kacamata seorang gadis kecil.
Metode belajar yang fariatif ini membuat peserta didik menjadi lebih aktif mengikuti pelajaran. Berikut kutipan beberapa metode yang diceritakan dalam novel Totto-chan:
DI awal jam pelajaran pertama, guru membuat daftar semua soal dan pertanyaan mengenai hal-hal yang akan diajarkan hari itu. Kemudian guru berkata, “Sekarang, mulailah dengan salah satu dari ini. Pilih yang  kalian suka.” Dengan metode pengajaran tersebut  membuat guru bisa mengamati, sejalan dengan waktu bidang apa yang diminati anak-anak, termasuk cara berpikir dan karakter mereka. Ini cara ideal para guru untuk mengenal murid mereka. Bagi murid-murid, memulai hari dengan mempelajari sesuatu yang paling mereka sukai sungguh sangat menyenangkan. Fakta bahwa mereka punya waktu seharian untuk mempelajari materi-materi yang tidak mereka sukai, menunjukan bahwa entah bagaimana mereka bisa bertahan menghadapi pelajaran-pelajaran itu. Jadi belajar di sekolah sebaiknya bebas dan mandiri.
            Metode lainnya adalah setelah anak-anak di sekolah Tomoe Gakuen selesai beristirahat. Kemudian sang guru mengajak siswa untuk berjalan-jalan. Ketika berjalan-jalan, mereka tidak hanya asik menikmati pemandangan lingkungan tetapi mereka dapat belajar dari lingkungan. Ibu guru menjelaskan bagaiman proses bunga bermekaran. Guru menjelasakan tentang putik dan benang sari dibantu oleh kupu-kupu membantu proses penyerbukan sehingga bunga dapat bermekaran. Jadi, pada dasarnya bahwa belajar tidak selalu di dalam kelas. Belajar pada alam lingkungan biasa justru lebih melekat dalam ingatan, karena anak dapat tahu secara pasti objek yang dipelajari.
Sesuatu yang patut dicontoh  dari pernyataan Mr.Kobayashi kepala sekolah dari Tomoe Gakuen adalah:
 Dia yakin, setiap anak dilahirkan dengan watak baik, yang dengan mudah bisa rusak karena lingkungan mereka atau karena pengaruh-pengaruh buruk orang dewasa.
…………segala sesuatu yang alamiah dan ingin agar karakter anak-anak berkembang sealamiah mungkin. (hal 251)
Kutipan lainnya yang dapat menjadi inspirasi adalah:
“Entah bagaimana, kehidupan sehari-hari di Tomoe telah mengajarkan bahwa mereka tidak boleh mendorong orang yang lebih kecil atau lemah daripada mereka, bahwa bersikap tidak sopan berarti mempermalukan diri sendiri, bahwa setiap kali melewati sampah mereka harus mengambil dan membuangnya ke tempat sampah, dan bahwa mereka tidak boleh melakukan perbuatan yang membuat orang lain kesal atau terganggu.” (hal 95)
Dari beberapa kutipan cerita di atas menegaskan bahwa sebenarnya metode belajar aktif telah digunakan oleh pengajar sejak dulu, hanya saja belum dinamakan sebagai metode belajar active learning. Kutipan cerita di atas tentunya dapat menggugah pikiran kita, bahwa sebagai seorang seorang pengajar jangan sampai mengorbankan waktu belajar siswa dengan cara yang membosankan, yang justru akan mematikan kreatifitas siswa. Biarlah siswa yang aktif memperoleh pelajaran yang ia sukai, kita sebagai seorang guru hanya bertugas memfasilitasi dengan metode yang tepat. Mungkin dari novel inilah salah satu jalan untuk mengajak masyarakat yang berkecimpung dalam dunia pendidikan akan lebih mengembangkan lagi metode belajar aktif atai Active Learning.

Simpulan
Untuk menciptakan komunikasi persuasif tidak harus selalu dengan menggunakan media massa. Karya sastra pun merupakan salah satu media yang dapat dijadikan alat komunikasi persuasif asalkan dilakukan dengan proses perencanaan. Perancanaan dilakukan berdasarkan komponen-komponen komunikasai yaitu penulis (komunikator), pesan, media, dan komunikan. Ketika penulis karya sastra menuangkan segala idea tau gagasan dengan bahasa yang baik, sudah pasti pembaca (komunikan) akan menerima pesan dengan pengaruh positif pula.
Sebuah novel dapat mensugesti pembaca untuk melakukan suatu tindakan tertentu. Karena novel merupakan karya sastra yang sarat akan amanat bukan hanya tersirat tetapi tersurat. Seperti halnya dengan novel Totto-chan yang dapat memberikan inspirasi mengenai wajah pendidikan yang dapat mengembangkan potensi anak dengan kisah nyata yang dituangkan di dalamnya.
Pada akhirnya bahwa sebenarnya media apapun yang dipakai sebagai alat komunikasi asalkan dilakukan dengan perencanaan komunikasi yang baik, pasti pesan ang terdapat di dalamnya akan tersampaikan pada komunikan dengan baik juga. Itu sama saja dengan apabila kita menulis karya sastra dengan hati, masyarakat yang menerima pesannya pun akan tersampaikan dengan hati.


Daftar Pustaka
Uchjana Effendy, Onong. 2008. Dinamika Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya Offset.

Kuroyanagi, Tetsuko. 2009. Totto-chan Gadis Cilik Di Jendela. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Silberman, Mel. 2010. 101 Cara Pelatihan dan Pembelajaran Aktif. Jakarta: Indeks

Tidak ada komentar: