Beranda

Jumat, 22 Oktober 2010

Yuni Chaerunnufus - Poros Paradikmatik Bahasa Afrizal Malna


Analisis Resensi Buku:
“Poros Paradikmatik Bahasa Afrizal Malna”
oleh Acep Iwan Saidi

Menulis resensi buku sebenarnya mirip dengan memilih calon istri atau calon suami. Mengapa demikian? Karena suatu resensi, apapun objeknya (resensi film, buku, drama, teater, pembacaan puisi, musik, dan sebagainya), pada akhirnya memberikan suatu penilaian, dan kemudian tentunya suatu pertimbangan, saran, rekomendasi kepada pembaca untuk menentukan sendiri sikapnya terhadap objek yang diresensi tersebut.
Sebelum memilih istri, misalnya, si laki-laki akan membuat penilaian atas berbagai aspek. Aspek luar, yang bisa langsung terlihat: kecantikan, bentuk tubuh, cara bicara, cara makan, dan cara berpakaian, dari calon istrinya. Aspek dalam, yang membutuhkan pengamatan lebih intens: kesabaran, kebaikan hati, sikap pengertian, kesetiaan, kecerdasan, dan sebagainya.
Pada resensi buku yang berjudul “Poros Paradigmatik Bahasa Afrizal Malna” yang dibuat oleh Acep Iwan Saidi (Ketua Forum Studi Kebudayaan FSRD ITB), juga pada dasarnya bertujuan untuk memberikan penilaian, dan memberikan suatu pertimbangan, saran, rekomendasi pada pembaca koran Kompas pada buku itu.
Dalam meresensi bukunya,  yang dilakukan Acep yakni memberikan penilaian apakah buku buku terbaru karya Afrizal Malna ini layak dibaca? Apa kelebihan atau kekurangannya dibandingkan karya orang lain yang sejenis, Saman? Adakah unsur-unsur yang baru dalam buku Afrizal Malna kali ini, atau tema yang dipilih? Apakah isinya relevan dengan konteks situasi Indonesia masa kini? Dan seterusnya.
Adanya unsur penilaian inilah yang membedakan resensi buku dari sekadar ringkasan atau rangkuman isi buku belaka. Banyak penulis resensi yang lupa akan esensi suatu resensi, sehingga yang ia tulis sebenarnya cuma ringkasan isi buku. Sampai akhir tulisannya, pembaca tetap tidak tahu apakah buku itu memang layak dibaca atau tidak, apakah isinya bermutu tinggi, rendah, atau sedang-sedang saja. Namun pada resensi yang ditulis Acep ini, pembaca akan menemukan mana yang merupakan penilaian trhadap buku ini.
Secara teori, resensi buku yang dibuat Acep telah memenuhi apa yang harus dilakukan seorang peresensi buku yakni sebagai berikut:
1)    Buku yang mau diresensi:
Untuk keperluan resensi buku di media massa, resensi buku Afrizal Malna terbit di tahun yang sama dengan terbitan media masa tersebut yakni Kompas, 5 September 2010 karena yang mau diresensi sebaiknya buku baru, jangan buku lama, meskipun resensi sebetulnya bisa dilakukan terhadap buku mana saja dan terbitan tahun berapa saja. Kalau resensi dilakukan tahun 2010, buku yang diresensi sebaiknya buku terbitan tahun 2010 juga. Hal ini karena media massa mementingkan aspek aktualitas.
2)    Buku yang diresensi sebaiknya juga buku yang cukup baik dan layak dibaca.
Pembaca tidak mau membuang-buang waktu untuk membaca resensi terhadap buku yang secara pengamatan kasar saja sudah terlihat betul-betul bernilai "sampah". Pengelola media massa juga tidak mau menyisihkan ruang di medianya untuk buku semacam itu, karena toh masih banyak buku lain yang jauh lebih bermutu.
3)    Peresensi yakni Acep Iwan Saidi, memiliki bekal pengetahuan yang memadai untuk memahami isi buku Afrizal Malna walaupun Acep bukan orang bahasa tetapi dia mempunyai wawasan linguistik yang tidak kalah dengan orang bahasa.
Hal-hal yang dinilai dalam resensi buku karya Afrizal Malna antara lain:
1.    Aspek isi
Mencakup apa pokok pikiran yang diajukan penulis? Data dan argumen apa saja yang ia ajukan untuk mendukung pokok pikiran tersebut?
Apakah pokok pikiran, argumen, data dan ide-ide yang tertuang di dalam buku itu cukup orisinil?
2.    Pendekatan atau metodologi apa yang ia gunakan dalam membahas masalah dan pokok pikiran dalam buku itu? Adakah unsur, pendekatan, perspektif atau pengetahuan baru, yang bisa diperoleh dengan membaca buku ini? Ataukah isinya sama saja dengan buku-buku lain yang sudah lebih dulu beredar?
Apakah isinya relevan dengan konteks situasi yang dihadapi bangsa Indonesia dewasa ini?
3.    Apa kontribusi buku ini dalam memperkaya khasanah ilmu pengetahuan tertentu, yang terkait dengan tema buku ini?
Apakah buku ini disusun secara cermat, teliti, mendalam, atau terkesan ceroboh dan tergesa-gesa?
4.    Apakah sistematika pembahasan dalam buku ini bersifat logis, teratur dan memudahkan pembaca untuk memahami, atau justru sebaliknya rumit, berbelit-belit dan membingungkan?
5.    Adakah kesalahan fakta, data, atau analisis, dalam buku ini? Apakah datanya valid? Adakah bias dari si penulis dalam melihat permasalahan.
6.    Apa tujuan pengarang menulis buku ini? Apakah tujuan itu tercapai dengan terbitnya buku ini?
7.    Apakah si pengarang memiliki kompetensi yang cukup untuk menulis buku ini?
8.    Apakah isi buku ini bersifat terlalu mendalam, sehingga lebih tepat untuk pembaca tertentu yang memang memiliki kualifikasi khusus (kalangan akademis atau profesional), atau buku ini cocok juga untuk kalangan pembaca yang lebih awam? Dan lain-lain.
Pola Penulisan Resensi yang dibuat oleh Acep Iwan Saidi yakni:
1.    Judul resensi yang menarik
2.    Terdapat Identitas Buku
3.    Alinea pembuka bersifat sebagai pemancing agar pembaca mau membaca resensi, maka alinea ini harus dibuat semenarik mungkin. Dalam membuat alinea pembuka, peresensi, mengaitkan isi buku ini dengan teori linguistik. Alinea pembuka  bersama judul berfungsi penting sebagai penarik minat pembaca.
4.    Deskripsi atau rangkuman tentang isi buku. Di sini peresensi merangkum isi atau esensi buku secara ringkas. peresensi mengutip satu atau dua kalimat atau alinea yang menarik dari buku tersebut, yang bisa makin memperjelas gambaran isinya.
5.    Komentar, evaluasi dan penilaian. Inilah esensi dari suatu resensi, yakni si peresensi mengomentari dan menilai suatu buku dari berbagai aspek.
6.    Kalimat penutup dan rekomendasi. Dalam kalimat penutup ini, peresensi kadang-kadang secara tegas merekomendasikan bahwa buku bersangkutan memang layak atau tidak-layak dibaca. Akan tetapi, rekomendasi tegas semacam itu tidak diungkapkan, karena pembaca dianggap sudah bisa menyimpulkan sendiri berdasarkan ulasan panjang sebelumnya.
7.    Identitas si peresensi sering juga dicantumkan di bagian akhir resensi. Manfaatnya adalah untuk menunjukkan kredibilitas si peresensi dalam meresensi buku bertema tertentu.

Sumber Referensi:
Buku Komposisi karangan Gorys Keraf
http://jurnalismedia.blogspot.com



Oleh Yuni Chaerunnufus
2115081317

1 komentar:

Yayah Athoriyah mengatakan...

Hal pertama yang saya lihat dalam komentar Yuni mengenai resensi yang berjudul Poros Paradikmatik Bahasa Afrizal Malna adalah mengenai analogi menulis resensi yang dianalogikan seperti mencari pasangan hidup. Hal ini cukup menarik sebagai pembuka dari apa yang akan ditulis.
Setelah membaca lebih lanjut, Yuni menulis secara teori peresensi yakni Acep telah memenuhi apa yang harus dilakukan seorang peresensi buku. Hal tersebut cukup baik, namun disayangkan teori yang dipaparkan dirasa kurang memadai dan tidak didukung oleh ahli yang terkait, yang berarti hal tersebut didapatkan dari sumber yang kurang aktual dan dapat dipercaya secara ilmiah. Namun, terlepas dari hal tersebut. Penambahan teori ini sangat baik untuk menjadi acuan bagi pembaca dan dapat menguatkan argumen dari yang ditulis oleh Yuni.
Selain itu, ketika Yuni memaparkan hal yang ditulis dalam resensi buku karya Afrizal Malna, ia memaparkan melalui pertanyaan-pertanyaan tetapi tidak disertai dengan jawaban yang seharusnya menjelaskan. Hal ini sangat disayangkan, karena pembaca harus menemukan sendiri jawaban atas pertanyaan yang ia ajukan yang mana seharusnya Yuni-lah yang seharusnya menjelaskan.
Terakhir, Yuni memaparkan mengenai pola penulian resensi yang ditulis oleh Acep Iwan Saidi. Hal ini sangat membantu pembaca untuk memudahkan pemahaman dalam membaca resensi buku karya Afrizal Malna.
Terdapat kelebihan dan kelemahan dalam komentar yang dikemukakan oleh Yuni Chaerunnufus. Terlepas dari hal tersebut, saya mengapresiasi apa yang ditulis oleh Yuni. Sebagai mahasiswa yang sama-sama belajar, hal ini membantu kami dalam mengoreksi tugas kami agar mencapai kesempurnaan.