Beranda

Minggu, 24 Oktober 2010

Sheila Novelia - Dongeng Zaman Pancaroba

Sheila Novelia (2115081310)
3.A



Menulis resensi buku sebenarnya mirip dengan memilih calon istri atau calon suami. Mengapa demikian? Karena suatu resensi, apapun obyeknya baik itu resensi film, buku, drama, teater, pembacaan puisi, musik, dan sebagainya pada akhirnya memberikan suatu penilaian, pertimbangan, saran dan rekomendasi kepada pembaca untuk menentukan sendiri sikapnya terhadap obyek yang diresensi tersebut.
Sebelum memilih pasangan hidup misalnya, si laki-laki akan membuat penilaian atas berbagai aspek. Aspek luar, yang bisa langsung terlihat seperti kecantikan, bentuk tubuh, cara bicara, cara makan, dan cara berpakaian dari calon istrinya. Aspek dalam, yang membutuhkan pengamatan lebih intens seperti kesabaran, kebaikan hati, sikap pengertian, kesetiaan, kecerdasan dan sebagainya.
Dalam meresensi buku, hal serupa juga dilakukan.  Seperti yang dikemukakan oleh Gorys Keraf dalam Komposisi, Beliau mendefinisikan resensi sebagai ”Suatu tulisan atau ulasan mengenai nilai sebuah hasil karya atau buku” (Keraf, 2001 : 274). Dari pengertian tersebut muncul istilah lain dari kata resensi yaitu kata pertimbangan buku, pembicaraan buku, dan ulasan buku. Intinya membahas tentang isi sebuah buku baik berupa fiksi maupun nonfiksi.
Misalnya dalam meresensi buku karya Remy Sylado ini. Apakah buku terbaru karya Remy Sylado ini layak dibaca? Apa kelebihan atau kekurangannya dibandingkan karya Remy sebelumnya? Adakah unsur-unsur yang baru dalam buku Remy kali ini, dari segi jalan cerita, karakter tokoh-tokohnya, atau tema yang dipilih? Apakah isinya relevan dengan konteks situasi Indonesia masa kini? dan seterusnya. Adanya unsur penilaian inilah yang membedakan reseni buku dari sekadar ringkasan atau rangkuman isi buku belaka. Banyak penulis resensi yang lupa akan esensi suatu resensi, sehingga yang ia tulis sebenarnya cuma ringkasan isi buku. Sampai akhir tulisannya, pembaca tetap tidak tahu apakah buku itu memang layak dibaca atau tidak, apakah isinya bermutu tinggi, rendah, atau sedang-sedang saja.
Bonnie Triyana merupakan seorang sejarawan dan Pemimpin Redaksi Majalah Historia Online, dalam meresensi novel Hotel Pro Deo ini, Ia memulainya dengan menguraikan sinopsis sebanyak empat paragraf pada bagian awal. Sinopsis ceritanya menerangkan seputar cerita yang diangkat dalam novel beserta tokoh-tokoh yang terlibat. Bonnie membandingkan novel Hotel Pro Deo dengan beberapa novel karangan Remy Sylado lainnya, hal ini terlihat dalam paragraf berikut, Sebagaimana novel-novel nya yang terbit lebih mula, Ca Bau Kan (2002) dan Kembang Jepun (2003), Remy selalu menghadirkan romantika kehidupan manusia dalam kungkungan jiwa dan problematik zamannya masing-masing. Pada Ca Bau Kan dan Kembang Jepun, Remy berkisah tentang cinta tulen sepasang manusia yang harus berantakan karena zaman dirambahi pergolakan politik dan pepe rangan. Ada benang merah yang mengikat kisah dalam ketiga novelnya, Ca Bau Kan, Kembang Jepun, dan kali ini, Hotel Pro Deo: sensibilitas dalam kehidupan manusia yang membungkus percintaan, kesedihan, pertarungan, intrik, dan kebencian dalam satu genggaman. Hal ini akan membuat pembaca mendapatkan gambaran mengenai isi dan jenis dari novel Hotel Pro-Deo itu sendiri.
Gorys Keraf mengemukakan tujuan menulis resensi sebagai berikut: ”…menyampaikan kepada pembaca apakah sebuah buku atau hasil karya sastra patut mendapat sambutan dari masyarakat atau tidak?” (Keraf, 2001 : 274). Bagaimanapun Hotel Pro Deo sebuah novel yang menghibur, terlebih ketika menemukan cerita tentang aktor-aktor kejahatan kemanusiaan produk Orde Baru berakhir di hotel prodeo. Tentu sayang seribu sayang kisah tersebut cuma bisa ditemui di novel, bukan di alam yang sesungguhnya, tempat banyak pelaku kejahatan hak asasi manusia lenggang kangkung hidup untung. Dan bagaimanapun, seperti kata sejarawan-cum-sastrawan Kuntowijoyo, sastra adalah pekerjaan imajinasi yang lahir dari kehidupan sebagaimana dimengerti oleh pengarangnya. Dari novel ini kita tahu pergulatan batin pe nulis yang mengerti betul bagaimana problematik yang dihadapi bangsanya: banyak bandit berkeliaran di luar penjara. Dalam kutipan resensi diatas, Bonnie terlihat memenuhi sistematika resensi yang baik dengan memberikan pertimbangan buku, kelebihan serta kekurangannya dengan jeli
Selain menulis resensi Hotel Pro Deo, Bonnie pernah menulis resensi Bangsa yang Amnesia serta aktif menulis di Tempo, buku yang Beliau resensi merupakan buku-buku yang sarat akan keadaan bangsa dan sejarahnya dari zaman orde lama dan baru. Peresensi sebaiknya memiliki bekal pengetahuan yang memadai untuk memahami isi buku bersangkutan. Peresensi yang sama sekali tidak tahu sastra, dan tidak pernah membaca buku-buku sastra, tentu akan sulit jika disuruh meresensi novel karya Pramoedya Ananta Toer. Sama halnya jika peresensi yang sama sekali tidak tahu sejarah, dan tidak pernah membaca buku-buku sejarah, tentu akan sulit untuk meresensi buku semacam Hotel Pro Deo ini.

1 komentar:

siti nurjanah mengatakan...

Menurut saya, analogi yang dipakai Sheila mengenai resensi seperti memilih calon istri atau calon suami itu sudah baik namun ia hanya sedikit memaparkan mengenai analogi tersebut dengan hanya menuliskan satu paragraf. Analogi tersebut cukup menarik disajikan sebagai pembuka komentar resensinya.
Pemaparan yang disajikan oleh Sheila agaknya kurang berbobot. Pada paragraf keempat, Sheila mempertanyakan mengenai isi resensi Hotel Prodeo, Apakah buku terbaru karya Remy Sylado ini layak dibaca? Apa kelebihan atau kekurangannya dibandingkan karya Remy sebelumnya? Adakah unsur-unsur yang baru dalam buku Remy kali ini, dari segi jalan cerita, karakter tokoh-tokohnya, atau tema yang dipilih? Apakah isinya relevan dengan konteks situasi Indonesia masa kini? dan seterusnya. Namun dibagian selanjutnya ia tidak menjelaskan mengenai hal tersebut, hal yang ia paparkan tidak menjawab pertanyaan tersebut. Ia hanya mengulang penjelasan peresensi awal yaitu Bonnie Triyana mengenai resensi Hotel Prodeo. Pada bagian akhir, Sheila lupa menambahkan kesimpulan pada komentar resensinya sehingga inti resensinya kurang.