Beranda

Rabu, 20 Oktober 2010

Maulana Husada - Dongeng Pancaroba


Komentar Terhadap Resensi Hotel Pro Deo
Oleh Maulana Husada
Menghayati lebih dalam judul resensi yang diangkat yakni Dongeng Zaman Pancaroba ditulis oleh Bonnie Triyana, sejarawan dan Pemimipin Redaksi Majalah Historia Online dan Arif Zulkifli yang dimuat dalam majalah TEMPO 22 Agustus 2010 terdapat makna tersirat. Makna tersebut yakni adanya peralihan dari Orde Baru ke era Reformasi. Hal ini menjadi latar belakang waktu kejadian yang dipilih oleh Remy Sylado penulis dari novel Hotel Pro Deo.
Dalam memperkenalkan biografi penulis dalam resensi tersebut keduanya hanya membandingkan karya Remy Sylado yang terbit lebih mula yakni Ca Bau Kan (2002) dan Kembang Jepun (2003). Melalui resensi tersebut, pembaca sekiranya memiliki rasa ingin tahu yang mendalam mengenai siapa sosok Remy Sylado sebenarnya. Hal tersebut sebaiknya bisa dipaparkan dengan mengulas sedikit perjalanan hidupnya ataupun latar belakang pendidikannya.
Kepiawaian Remy Sylado yang kini berumur 65 tahun dalam membangun cerita sangat terasa. Di sinilah kedua peresensi meletakkan nilai jual  dari novel ini. Mereka mengangkat beberapa potongan kehidupan sosial berlatar Orde Baru yang dilengkapi bumbu-bumbu saat itu, seperti kepentingan bisnis, perilaku koruptif yang mengebohkan, sampai urusan syahwat sekalipun. Selain itu, penggambaran tokoh dan ilustrasi cerita yang diperkenalkan oleh Remy Sylado sejak awal seakan ia ingin menunjukkan kekuatan penceritaan dari imajinasinya. Ketika membaca resensi tersebut pembaca akan mulai merasakan ilustrasi yang digambarkan dengan konflik yang berbalut percintaan, kesedihan, pertarungan, intrik, dan kebencian dalam satu genggaman.
Bila melihat bentuk dan tampilan novel yang menyerupai Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) secara psikologis akan membuat pembaca mempunyai dua buah pertanyaan. Pertanyaan pertama, “novel tersebut bercerita tentang apa?” dan pertanyaan kedua, “novel tersebut dihargai seharga berapa?” Pertanyaan keduanya merupakan dua sisi kepribadian yang berbeda dalam memilih bacaan untuk kepentingan masing-masing. Betapa besar pengaruh dari peresensi yang menonjolkan bagian ini yang akan sekilas membuat pembaca tertarik atau tidak sama sekali.
Kompleksitas persoalan yang dipaparkan peresensi tentunya membawa dua aspek yang penting yakni pesan dan sisi hiburan. Novel ini merupakan sebuah novel yang menghibur. Terdapat aktor-aktor kejahatan produk Orde Baru yang berujung di Hotel Pro Deo yang sebenarnya adalah penjara. Dapat dikatakan sang penulis mengerti betul bagaimana problematik yang dihadapi oleh bangsanya, banyak bandit yang berkeliaran di luar penjara. Hal ini merupakan latar belakang penulisan Remy dalam memandang dunia sekitarnya yang ia kemas dalam imajinasinya dan ia tumpahkan pada novelnya Hotel Pro Deo.
Secara keseluruhan resensi yang berjudul Dongeng Pancaroba ini sudah baik dalam memaparkan potongan cerita kepada pembaca, menggambarkan keungggulan dan kelemahan yang ada. Hanya saja biografi penulis tidak dimaksimalkan untuk mendekatkan diri dengan pembacanya yang setia. Selain itu sasaran pembaca dalam resensi tersebut belum tergambar secara jelas keperuntukannya, karena tidak semua novel berlaku untuk umum.

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Komentar saya tentang komentar Maulana Husada terhadap resensi yang berjudul Dongeng Pancaroba. Hal yang terpikirkan pada benak saya, bahwa komentar Maulana ini hanya kembali hasil resensi Bonnie Triyana dan Arif Zulkifli. Hanya pada paragraf terakhir Maulana mengritisi ketidaksesuain resensi Dongeng Pancaroba dengan teori resensi.
Seharusnya Maulana menjabarkan kekurangan bagian resensi Dongeng Pancaroba yang tidak sesuai dengan teori resensi Gorys Keraf. Dalam teori Gorys Keraf sebuah resensi terdiri dari beberapa bagian yaitu bagian pertama latar belakang yang terdiri dari tema, deskripsi buku, dan pengenalan pengarang, kemudian bagian kedua macam dan jenis buku yang terdiri dari klasifikasi buku (jenis buku), sasaran buku dan perbandingan dengan buku lain, dan bagian keunggulan dan kelemahan buku yang terdiri dari organisasi buku (urutan analisis buku), isi buku, bahasa (struktur, korelasi kalimat, diksi), dan teknik buku (perwajahan /cetakan) dan bagian terakhir nilai buku yang terdiri perbandingan buku dan kritik. Namun pada pargraf terakhir Maulana hanya menyimpulkan resensi Dongeng Pancaroba cukup baik dengan mampunya perensi memaparkan potongan cerita kepada pembaca, menggambarkan keungggulan dan kelemahan dan dengan kecewanya Maulana terhadap biografi penulis tidak dimaksimalkan untuk mendekatkan diri dengan pembacanya yang setia. Dan sasaran pembaca dalam resensi tersebut belum tergambar secara jelas keperuntukannya.
Kemudian diluar dari sisi teori, saya merujuk pada koherensi antar paragraf. Pada paragraf pertama, Maulana membahas judul sebagai pembuka dari komentanya, namun terlihat kurang tepat bila makna tersirat dari judul novel dilanjutkan dengan perkenalan Remy Sylado pada paragraf kedua. Begitu juga dengan paragraf lima harusnya melanjutkan paragraf tiga, dimana koherensi paragraf tiga yang membahas kepiawaan Remy Sylado membangun cerita pada novelnya yang dinilai peresensi sebagai nilai jual novel dilanjutkan dengan nilai jual dari sisi kompleksitas pesoalan yang dibahas maulana pada paragraf lima.

kinanti swastika