Beranda

Minggu, 05 Desember 2010

BAHHIYATUL FIKROH - Seratus Satu Cara Bebas dari Belenggu Kebodohan


Seratus Satu Cara Bebas dari Belenggu Kebodohan
Oleh: Bahhiyatul Fikroh


Data Buku
Judul               : Active Learning; 101 Strategi Pembelajaran Aktif
Penulis             : Melvin L. Silberman
Penerjemah      : Sarjuli, Adzfar Ammar, Sutrsno, Zainal Arifin Ahmad dan Muqowin.
Penerbit           : Pustaka Insan Madani, Depok Sleman.
Cetakan           : 6, Juni 2009
Tebal Buku      : 292 halaman + xxviii
ISBN               : 978-979-026-044-3
                               
Dunia pendidikan saat ini tengah mengalami krisis yang cukup serius. Proses pendidikan di sekolah lebih cenderung pada hapalan dan pemahaman kognitif. Jika hal ini dibiarkan, maka Indonesia akan semakin jauh tertinggal di belakang, karena tantangan di masa depan lebih ketat dan sarat dengan kompetisi. Perlu diketahui, bahwa aset termahal yang masih tersedia untuk memajukan Indonesia adalah penguatan bidang pendidikan. Mengingat jumlah penduduk Indonesia sangat besar, maka kesempatan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat atau negara adalah dengan menjadikan penduduk sebagai aset negara yang produktif. Hal ini dilakukan dengan menjadikan mereka putra-putri bangsa yang keratif inovatif yang memiliki komitmen kebangsaan dan kemanusiaan yang kuat yang mampu mengangkat harkat dan martabat bangsa dalam pergaulan dunia.
Pada pendidikan formal atau sekolah masih banyak yang menggunakan metode pembelajaran konvensional. Menurut Djamarah (1996) metode pembelajaran konvensional adalah metode pembelajaran tradisional atau disebut juga dengan metode ceramah, karena sejak dulu metode ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan anak didik dalam proses belajar dan pembelajaran. Selama ini  guru lebih cenderung  mendewakan pada pemahaman kognitif.  Tanpa disadari hal ini dapat berdampak pada tidak berkembangnya peserta didik. Peserta didik menjadi sulit terbebas dari kebodohan, ketertinggalan, penindasan, dan dari berbagai hal yang membelenggu pertumbuhan kecerdasan otak peserta didik.
Beralas pada fakta-fakta tersebut, Melvin L. Silberman, berpikir kritis untuk mengubah metode pembelajaran “zaman batu” itu menjadi pembelajaran aktif yang melibatkan peserta didik turut aktif dalam pembelajaran. Profesor lulusan Universitas Brandeis yang menyandang gelar A.M. dan Ph.D dalam bidang psikologi pendidikan dari Universitas Chicago ini berhasil  membuat strategi-strategi pembelajaran yang terkumpul secara apik dalam buku Active Learning: 101 Strategies to Teach Any Subject. Buku ini kemudian diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh Sarjuli dan kawan-kawannya, sehingga menjadi Active Learning: 101 Strategi Pembelajaran Aktif.
Belajar membutuhkan keterlibatan mental dan tindakan dari peserta didik itu sendiri. Oleh karena itu, diperlukan strategi belajar aktif. “Belajar aktif merupakan langkah cepat, menyenangkan, mendukung, dan secara pribadi menarik hati.” (halaman xxi). Isi buku terbagi menjadi empat bagian  yang bila dikelompokan sesuai dengan isi, terbagi lagi menjadi lima belas kategori, yaitu: strategi membangun tim, strategi penilaian secara cepat, strategi melibatkan peserta didik, pengajaran kelas penuh, merangsang diskusi kelas, pengajuan pertanyaan, belajar bersama, mengajar sesame,  belajar secara mandiri, belajar afektif, pengembangan keterampilan, strategi meninjau ulang, penilaian diri, perencanaan masa depan, dan sentimen terakhir.
Buku dengan gambar dan pilihan warna cerah ini sangat menarik perhatian orang untuk segera membacanya. Terbitnya buku terjemahan ini juga merupakan kabar gembira bagi praktisi pendidikan, khususnya di Indonesia untuk menjadikan proses pendidikan lebih sehat dan lebih menjajikan masa depan putra putri Indonesia.
 Strategi-strategi pembelajaran dalam buku ini mudah dipraktekkan oleh pendidik. Penulisan dipaparkan langkah demi langkah kerja untuk mempermudah praktek pelaksanaan. Tapi sayangnya, hal positif itu tidak ditunjang dengan bahasa sederhana yang mudah dicerna pembaca. Tulisan dikemas dengan bahasa yang sulit dipahami. Penerjemah seharusnya dapat memilih padanan kata yang tepat dan sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia. Dengan pilihan kata yang tidak tepat, pembaca terpaksa harus berulang kali membaca tiap wacana dalam buku ini agar dapat menangkap maknanya dengan tepat. Bahasa yang sulit dipahami misalnya terdapat dalam kutipan berikut: “… strategi ini akan membantu membangun tim dan membuat gerakan fisik berjalan tepat pada permulaan sebuah pelajaran.” (halaman 47). Dari kekurangan tersebut, pembaca tertolong oleh kotak penjelas yang ada pada setiap strategi. Kotak tersebut dapat membantu pembaca menemukan topik wacana.
Apabila dibaca secara seksama, penyuntingan buku Active Learning ini kurang baik. Banyak istilah bahasa asing yang digunakan dalam buku tersebut. Seharusnya penerjemah dapat menggunakan padanan kata dalam bahasa Indonesia. Selain itu,  banyak terjadi kesalahan teknis dalam tulisan. Hal ini terlihat jelas pada tanda baca dan spasi yang kurang tepat. Misalnya terdapat dalam kalimat: “Jika aada pengetahuan dan pengalaman baru lalu pipahami dan diulangi lagi….” (halaman xvii).
Secara keseluruhan, buku ini dapat menginspirasi para pendidik untuk menciptakan suasana belajar baru dengan melibatkan peserta didik menjadi lebih aktif, dan terjadinya keakraban antar peserta didik yang terwujud dari diskusi-diskusi kelompok yang membutuhkan kerja sama dengan baik. “… membangun semangat tim dengan sebuah kelompok saling mengenal satu sama lain.” (halaman 43). Tidak jauh berbeda dari pandangan Melvin, Piaget dengan konsep active learning berpendapat bahwa para siswa belajar lebih baik jika mereka berpikir secara kelompok. Mereka dapat bersama-sama memecahkan suatu masalah dan menjelaskan sebuah pekerjaan sehingga dapat tampil di depan kelas lebih baik. Piaget juga berpendapat bila suatu kelompok aktif, maka dalam kelompok tersebut akan melibatkan peserta didik lain untuk berpikir bersama-sama, sehingga pembelajaran lebih menarik (Smith, B.L. and Mac Gregor, 2004).
Dengan menerapkan strategi-strategi kerja sama, secara tidak langsung, guru telah memupuk rasa saling memiliki antar peserta didik dan menanamkan rasa kebersamaan. Selain itu peserta didik akan sadar jika dalam kehidupan, manusia tidak dapat hidup sendiri-sendiri, dengan kata lain manusia hidup saling membutuhkan. Seperti halnya pendapat Paul B Horton dan Charles L Hunt (1993) yang menyatakan bahwa: “Pengalaman berkelompok yang membuat manusia memiliki ciri-ciri norma-norma hidup serta bersama-sama memiliki nilai-nilai, tujuan, perasaan dan banyak membedakan kita dengan orang lain seperti perasaan dan perilaku seseorang dipengaruhi oleh keunggulan kelompok, apakah ia menjadi manusia yang bersifat manusiawi dan melalui pengalaman berkelompok kita menghayati baik atau pengecut”.

3 komentar:

Anonim mengatakan...

resensi yg cukup menarik. ada beberapa hal yg ingin saya tanyakan dan semoga dijadikan saran, bukan sebuah penyudutan.


kenapa di awal disebutkan 'penduduk'? padahal tidak semua penduduk bersekolah.


proses pendidikan lebih sehat dan lebih menjajikan masa depan putra putri Indonesia.

menjajikan/menjanjikan?


belajar bersama, mengajar sesame

sesame?


apakah pembahasan fisik buku hanya sebatas sampul depannya yg menarik?


apakah ada jaminan bahwa dengan bantuan buku ini akan membantu guru membebaskan siswa dari kebodohan? sementara dari segi bahasa, disebutkan bahwa bahasa dalam buku ini tidak sederhana.


itu saja. terima kasih.

shayenda hilza mengatakan...

Bahiyah sudah memaparkan isi resensi dengan baik, mulai dari pendahuluan, latar belakang, isi buku, kelebihan dan kekurangan buku. tetapi dari itu semua ada beberapa yang terlewatkan seperti latar belakang penulis, bahiyah memaparkan kurang lengkap karna hanya membahas latar belakang penulis pada bagian pendidikannya saja.
Lalu pada perbandingan buku, Bahiyah tidak membandingan buku Active Learning ini dengan buku yang lain juga sasaran pembaca untuk buku ini tidak ada diperuntukkan pada siapa?.
Salah satu syarat resensi yang baik ialah adanya ringkasan atau ikhtisar buku menurut Prof. Dr. Gorys Keraf, tetapi pada resensi ini tidak ada sama sekali ikhtisar dari buku ataupun kesimpulannya.
Secara keseluruhan dari resensi ini cukup baik, tetapi ada beberapahal yang tidak dijelaskan bagaimana semestinya.

Anonim mengatakan...

@anonim & syayenda: terima kasih kawand atas masukannya.. :)



*Apabila ingin memberikan komentar, diharapkan memberi komentar yang sopan. Terima kasih.