Beranda

Minggu, 05 Desember 2010

FANNY SOPIA RAHAYU - Pengajaran yang Bertendensi pada Kolaboratif

Pengajaran yang Bertendensi pada Kolaboratif
Oleh: Fanny Sopia Rahayu



·         Judul               : Active Learning 101 Strategi Pembelajaran Aktif

·         Penerjemah   : Sarjuli dkk

·         Pengarang     : Mel Silberman

·         Penerbit          : Insan Madani

·         Tahun Terbit   : 2006

·         Cetakan          : I

·         Tebal Buku     : 292 halaman

·         Harga Buku    : Rp. 50.000


Pendidikan bertendensi pada sebuah kesenangan di dalam lingkungan pembelajaran. Pergerakan dalam pencapaian kegiatan belajar merupakan kebutuhan pokok yang dirasakan oleh setiap manusia. Dari hasil pendidikanyang kolaboratif kemudian memberikan sebuah kesenangan yang bertujuan untuk mengaktifkan seluruh aspek, seperti aspek afektif, psikomotorik, dan aspek kognitif. Ketiga aspek tersebut berkolaborasi membentuk gugusan-gugusan kebahagiaan dan rangsangan dalam atmosfer pembelajaran.
Berangkat dari sebuah fenomena-fenomena kemudian melahirkan sebuah terobosan baru untuk memajukan dunia pendidikan dari keterpurukan. Buku ini membawa atmosfer baru dengan mengkolaborasikan antara guru, murid, dan lingkungan sekitar. Perubahan yang ditawarkan menjadikan kegiatan pembelajaran lebih menyenangkan. Buku ini menyajikan 101 strategi pembelajaran yang aktif dan inovatif. 101 metode ditawakan untuk mengubah dunia pendidikan menjadi sebuah taman bermain yang penuh dengan keceriaan.
Sebagai pembelajaran yang inspiratif, kreatif, dan inovatif, Mel Silberman melibatkan pembaca dengan menyajikan 101 metode pembelajaran dengan menggunakan langkah-langkah yang menuntun pembaca untuk mengikuti metode tersebut. Mel Silberman menginformasikan perubahan cara belajar yang lebih aktif melalui tahapan-tahapan pembelajaran. Ia menuliskan step by step metode yang diperkenalkan sehingga pembaca lebih mudah memahami dan mempraktikkan metode tersebut.
Mel Silberman menyatakan bahwa paham Belajar Aktif tidak hanya mengandalkan apa yang didengar dan dilihat tetapi diperlukan juga adanya sesuatu yang ditanyakan, kemudian didiskusikan, lalu dilakukan kemudian diajarkan. Hal ini akan jauh lebih efektif sehingga memperoleh pengetahuan dan keterampilan. Selain itu teori pembelajaran dari Scroeder dan Koleganya (1993) telah memberikan Tipe Indikator Myers-Briggs (MBTI) pada siswa akademi. Hasilnya kurang lebih 60% siswa mempunyai orientasi belajar praktis bukan teoritis.
Dalam buku active learning dibagi kedalam lima subbab. Dari masing-masing subbab dibagi lagi sesuai dengan tema yang dibahas dalam subbab tersebut. 101 metode yang dipaparkan merupakan metode yang menarik dan menyenangkan. Contohnya dalam subbab IV membahas mengenai belajar mandiri. Belajar kelas penuh (full-class) dan belajar kolaboratif dapat dipercaya dengan aktivitas belajar mandiri. Ketika para peserta didik belajar atas kemauan sendiri, mereka mengembangkan kemampuannya memfokuskan dan merefleksikan. Bekerja atas kemauan sendiri juga memberi mereka kesempatan untuk bertanggung jawab secara pribadi terhadap belajarnya.
Pembagian subbab didasarkan sesuai dengan pembahasannya tersendiri. Penjabaran dari setiap subbab memberikan kapasitas-kapasitas dari isi subbab tersebut. Disajikan dengan bentuk satu per satu dalam menjabarkan isi kandungan metode tersebut, sehingga membuat pembaca bias lebih pintar dalam menafsirkan metode-metode yang dijabarkan oleh penulis. Menelaah lebih dalam dari subbab-subbab yang dipaparkan, buku ini merupakan jenis dari buku motivasi yang memberikan perubahan kedalam sebuah pembelajaran. Setelah seluruh subbab memaparkan mengenai 101 metode pembelajaran yang aktif terdapat subbab yang memaparkan hasil metode pembelajaran kolaboratif antara siswa dengan guru, sehingga pembelajaran tersebut tetap diingat dan dapat mengubah dunia pembelajaran yang lebih menyenangkan.
Secara substansial buku ini sangat inspiratif. Menyajikan 101 metode pembelajaran yang kolaboratif. Akan tetapi, buku ini tidak dilengkapi dengan ilustrasi gambar. Padahal dengan adanya gambar atau ilustrasi dari metode tersebut, akan mempermudah pembaca menafsirkan maksud dari metode itu. Selain itu, angka 101 secara tersirat memiliki daya pikat tersendiri. 101 merupakan bilangin ganjil dan dengan penggunaan angka ini membuat daya tarik tersendiri bagi pembaca.

9 komentar:

Anonim mengatakan...

Untuk seorang mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia tulisan ini masih perlu perbaikan, terutama adalam hal ejaan dan pedoman penulisan.

Contoh konkretnya yaitu dalam penulisan, kata pengawal kalimat tidak boleh dimulai dengan angka yaitu 101 (dalam buku ini) ada baiknya ditulis ke-101 atau seratus satu.

Lalu jangan lupa kalau unsur-unsur pembuatan resensi itu ada keunggulan dan kekurangan serta peruntukan kepada siapa buku ini cocok dibaca...gitu deku

Heru Yulistiyan mengatakan...

Dari segi isi, tulisan ini sudah cukup memberikan deskripsi tentang buku tersebut. Tapi menurut saya, masih kurang ada "sesuatu" yang bisa menarik pembaca.

Lalu dalam resensi ini tidak ada pengenalan tentang si pengarang buku sedikit pun. Untuk kelebihan dan kekurangan buku, saya rasa cukup.

Kemudian, dari segi tulisan, saya sependapat dengan komentar sebelumnya. Penulis kurang memperhatikan masalah ejaan, penulisan, dan ketepatan struktur kalimat.

Misalnya terlihat pada paragraf pertama. Setelah kata "bertujuan" tidak perlu ada kata "untuk". Lalu pada paragraf kedua, setelah kata "mengkolaborasikan" sebaiknya tidak usah ada kata "antara".

Selanjutnya, yang perlu diperhatikan lagi adalah paragraf kelima. Bukankah "Active Learning" adalah judul buku? Kenapa huruf awalnya tidak kapital? :)

Hal lain ada pada paragraf terakhir, kalimat kedua. Kalimat tersebut diawali dengan predikat "Menyajikan" tanpa ada subjek di depannya.

Sekian. Terima kasih.

Anonim mengatakan...

sebetulnya collaborative learning menurut saya memerlukan sinergi antara satu mata pelajaran dengan mata pelajaran yang lainnya, dan hal tersebut memerlukan perencanaan yang matang dan sistemis agar capaian indikator dalam tiap mata pelajaran juga berhubungan satu dengan yang lain. bukan hanya melihat dalam satu perspektif pengajaran, juga bukan hanya semata teknik atau metode pembelajaran. capaian kesenangan dalam belajar juga merupakan salah satu bagian dari ketrecapaian yang lebih luas yaitu efisiensi dan kebermaknaan pemelajaran. tapi secara umum resensi sudah cukup menarik, hanya kurang mengemukakan kekurangan buku..

Nurmala Sari mengatakan...

Buku Jendela Dunia
Resensi Jendela Buku

“Buku adalah jendela dunia.”
Pepatah itu bermakna bahwa sebuah buku mengandung banyak informasi yang dapat kita peroleh. Kegiatan membaca buku dapat kita lakukan untuk mengetahui apa saja yang terjadi di dunia luar. Akan tetapi, sering sebuah buku tidak menarik bagi kita. Pada keadaan seperti itulah, kedudukan resensi buku menjadi penting. Karena resensi akan menjadi sumber informasi dan panduan tentang buku-buku yang baik dan tidak, buku-buku yang perlu atau layak dibeli, dan buku-buku yang isinya patut diikuti atau diperhatikan.
Resensi adalah suatu tulisan atau ulasan mengenai nilai sebuah hasil karya atau buku. Resensi buku bertujuan untuk membantu para pembaca dalam menentukan perlu tidaknya membaca sebuah buku tertentu, atau perlu tidaknya menikmati suatu hasil karya seni. Menulis sebuah resensi memang bukan pekerjaan yang mudah, karena peresensi harus dapat memberi pertimbangan atau penilaian secara objektif terhadap pokok-pokok yang harus dinilai atas sebuah karya atau buku. Pokok-pokok itu seperti tema, identitas dan deskripsi buku, mengenai kepengarangan dan yang paling penting adalah kelebihan dan kekurangan buku yang berpengaruh pada nilai jual buku tersebut.
Resensi berjudul “Pengajaran yang Bertendensi pada Kolaboratif” milik saudari Fanny Sopia Rahayu memiliki kekurangan di beberapa hal yang menurut pengomentar penting karena berpengaruh pada pemahaman pembaca dalam menyerap informasi di dalamnya. Pertama, pada diksi atau pilihan kata. Peresensi, menggunakan kata ‘tendensi’ dalam resensinya. Kata tersebut tingkat pemakaiannya rendah yang berdampak pada tidak tahunya seseorang akan makna yang diembannya. Jujur saja, pengomentar sampai perlu membuka kamus untuk mencari makna kata itu. Pengomentar menghimbau untuk merevisi penggunaan kata tersebut dalam sebuah resensi, pikirkan bagaimana orang awam yang tak paham akan hal itu, sedangkan sebuah resensi berpeluang besar untuk dibaca oleh berbagai lapisan masyarakat. Kedua, dalam segi paragraf yang dibangun. Gagasan dalam paragraf masih tumpang tindih dan minim kepaduan diantaranya (lihat kalimat pertama dan kalimat kedua pada paragraf pertama). Ketiga, dari segi isi. Sebenarnya apa yang ingin diinformasikan oleh peresensi merupakan hal penting terkait buku tersebut tapi karena tidak didukung dengan diksi, kalimat dan bangunan paragraf yang baik serta efektif, semua informasi itu menjadi sulit dipahami. Keempat, mengenai teknis penulisan resensi. Rangkaian pembentuk tubuh resensi masih belum lengkap, peresensi perlu menambahkan mengenai sasaran buku dan kepengarangan penulis buku tersebut. Jika ditilik kedua hal itu penting berkaitan nilai jual buku atau pemasarannya. Tak bisa dipungkiri masih terdapat orang-orang yang membeli sebuah buku karena merupakan karya seseorang yang mereka kagumi.
Demikian hal-hal yang perlu direvisi menurut pengomentar. Terlepas dari hal-hal tersebut resensi ini mengandung informasi penting yang sangat layak diketahui pembaca tentang buku Active Learning.

Referensi:
http://detikbuku.com/blog/2010/06/12/umum/pentingnya-sebuah-resensi-buku-2/
http://longjournal.wordpress.com/2008/05/08/fungsi-resensi/

Gilang Saputro mengatakan...

sebetulnya collaborative learning menurut saya memerlukan sinergi antara satu mata pelajaran dengan mata pelajaran yang lainnya, dan hal tersebut memerlukan perencanaan yang matang dan sistemis agar capaian indikator dalam tiap mata pelajaran juga berhubungan satu dengan yang lain. bukan hanya melihat dalam satu perspektif pengajaran, juga bukan hanya semata teknik atau metode pembelajaran. capaian kesenangan dalam belajar juga merupakan salah satu bagian dari ketrecapaian yang lebih luas yaitu efisiensi dan kebermaknaan pemelajaran. tapi secara umum resensi sudah cukup menarik, hanya kurang mengemukakan kekurangan buku..

Agus Triyana mengatakan...

Untuk seorang mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia tulisan ini masih perlu perbaikan, terutama adalam hal ejaan dan pedoman penulisan.

Contoh konkretnya yaitu dalam penulisan, kata pengawal kalimat tidak boleh dimulai dengan angka yaitu 101 (dalam buku ini) ada baiknya ditulis ke-101 atau seratus satu.

Lalu jangan lupa kalau unsur-unsur pembuatan resensi itu ada keunggulan dan kekurangan serta peruntukan kepada siapa buku ini cocok dibaca...gitu deku

Anonim mengatakan...

dah lama juga gag berkecimpung di dunia kesusasteraan.mungkin cuma bisa mengomentari dari segi orang awam.

pertama penulis resensinya cantik dan baik hati,cocok untuk dijadikan tambatan hati,hhe.

dari resensi yang disajikan si sudah dapat menggambarkan apa yang buku ini sajikan dan tawarkan,tapi seperti komentar-komentar sebelumnya dalam resensi ini belum bisa menarik pembaca untuk hanya sekedar membacanya.karena sebagai orang awam dari judul sudah membuat malas untuk membaca lebih jauh dan malah bingung.karena menurut saya tidak semua orang mengerti arti kata tendensi dan kolaboratif itu sendiri.judul adalah awal dimana membuat pembaca tertarik untuk membaca resensi atau tulisan yang sudah dibuat,menurut saya poiny ini sangatlah penting.setelah itu baru isi resensi tersebut.

dari isi menurut saya penulis sudah menyajikan semua yang disyaratkan untuk sebuah resensi itu.

keseluruhan dari resensi ini sudah baik.kesmpurnaan kan hadir dari pengalaman.

maaf kalau komentarnya kurang bisa diterima,semata-mata hanya penilaian dari orang yang tidak terlalu mengerti.

terakhir tetap semangat.
hhe

lisasi mengatakan...

Tulisan masih butuh perbaikan dan gunakan kata yang lebih tepat sehingga pembaca bisa memahami.
Buku ini ditunjukan kepada siapa?? pendeskripsian lumayan jelas namun kekurangan buku ini kurang begitu diulas.
Kelebihan dalam buku ini tidak dibandingkan dengan buku lain.

Sekian, terima kasih :)

YUNDA PERDANA mengatakan...

Halo..ikut memberi komentar ya...
Pertama, tolong Fanny pahami dulu makna kata "kolaborasi" dan "kolaboratif". Menurut saya, secara makna kata, kata "kolaboratif" kurang membangun judul resensi Fanny. Menurut saya, kata "kolaborasi", secara makna kata, lebih tepat digunakan untuk membangun judul resensi Fanny yang nantinya akan berpengaruh pada pemahaman awal pembaca.
Kedua, masalah kepaduan antarkalimat yang membangun paragraf atau kepaduan antarparagraf yang membangun wacana resensi ini. Menurut saya unsur kepaduan ini perlu dikaji ulang karena masih terdapat bagian-bagian yang bisa saya katakan "berdiri sendiri" atau kurang ada kepaduan antarkalimat atau antarparagrafnya. Misalnya pada paragraf pertama berikut: Pendidikan bertendensi pada sebuah kesenangan di dalam lingkungan pembelajaran. Pergerakan dalam pencapaian kegiatan belajar merupakan kebutuhan pokok yang dirasakan oleh setiap manusia. Dari hasil pendidikan yang kolaboratif kemudian memberikan sebuah kesenangan yang bertujuan untuk mengaktifkan seluruh aspek, seperti aspek afektif, psikomotorik, dan aspek kognitif. Ketiga aspek tersebut berkolaborasi membentuk gugusan-gugusan kebahagiaan dan rangsangan dalam atmosfer pembelajaran.
Pada kalimat ketiga: Dari hasil pendidikan yang kolaboratif kemudian memberikan sebuah kesenangan ... menurut saya kurang sinambung dengan kalimat sebelumnya karena pada kalimat sebelumnya tidak dibahas hal mengenai "pendidikan kolaboratif". Hal seperti ini pun terlihat pada bagian pembahasan.
Ketiga, menurut saya resensi ini sudah baik dalam hal pemaparan isi buku (ringkasannya). Namun, untuk bagian kekurangan buku, coba singgung masalah isi atau materi dari buku ini, tidak hanya sebatas hal ilustrasi gambar saja.
Sebagai penutup, menurut saya resensi ini akan lebih "hidup" jika dilengkapi dengan paragraf yang berisi bandingan buku dengan buku lain yang bertema sama.

Begitu ya sayang komentar dari saya..Terima kasih.