Beranda

Rabu, 09 Februari 2011

CAMPUR KODE DALAM NOVEL MARRIAGABLE KARYA RIRI SARDJONO DENGAN PENDEKATAN SOSIOLINGUISTIK


oleh Nurul Assokhawati

1. Pendahuluan
     Dalam situasi pertuturan baik bersifat formal maupun yang bersifat informal, baik lisan maupun tulis sering ditemukan orang bertutur dengan menggunakan bahasa tertentu tiba-tiba mengganti bahasanya. Mengganti bahasa diartikan sebagai tindakan mengalihkan bahasa maupun mencampur antara bahasa satu dengan bahasa lainnya. Penggantian bahasa atau ragam bahasa bergantung pada keadaan atau keperluan bahasa itu (Nababan, 1986:31).
Latar belakang hidup di dalam masyarakat bilingual dan multilingual membuat orang Indonesia mampu berbicara setidaknya dalam dua bahasa. Mereka dapat menggunakan paling tidak bahasa daerahnya (yang biasanya merupakan bahasa ibu) dan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Karena pengaruh globalisasi dan masuknya budaya asing, saat ini bahkan banyak orang yang mampu berkomunikasi lebih dari satu bahasa. Penguasaan beberapa bahasa tersebut mendorong orang-orang menggunakan berbagai bahasa dalam situasi dan tujuan yang berbeda. Karena inilah fenomena campur kode (code mixing) tidak dapat dihindari. Hampir tidak mungkin bagi seorang pemakai bahasa dalam masyarakat bilingual dan masyarakat multilingual untuk menggunakan satu bahasa saja tanpa terpengaruh bahasa lain, meskipun hanya sejumlah kosa kata saja.

2. Apa Itu Campur Kode? Kenapa Menggunakan Pendekatan Sosiolinguistik?
Campur kode merupakan akibat adanya kontak bahasa. Menurut Nababan campur kode merupakan “Penggunaan lebih dari satu bahasa atau kode dalam satu wacanan menurut pola-pola yang masih belum jelas”. Campur kode dapat terjadi jika pembicaraan penutur menyelipkan bahasa lain ketika sedang menggunakan bahasa tertentu dalam pembicaraannya. Unsur-unsur yang diambil dari bahasa lain itu sering kali berwujud kata-kata, juga berwujud frase, berwujud kelompok kata, berwujud perulangan kata, berwujud beridiom atau ungkapan maupun berwujud klausa. Campur kode dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti faktor lingkungan, kebiasaan pemakai bahasa, menggunakan bahasa asing atau daerah beserta variasinya, terbatasnya kosa kata dalam bahasa Indonesia, serta kurangnya kesadaran pemakai bahasa dalam menggunakan bahasa Indonesia.
Kajian dalam analisis ini adalah dengan menggunakan pendekatan sosiolinguistik, khususnya mengenai campur kode. Kecenderungan pemilihan kata dengan bahasa asing dan penggunaan variasi bahasa menjadi salah satu faktor pembentuk perilaku percampuran bahasa. Hal ini dapat diperkuat dengan banyaknya penggunaan bahasa asing beserta variasi bahasa pada surat kabar yang disajikan. Tingginya frekuensi membaca di kalangan masyarakat akan mengakibatkan sikap bercampur kode di kalangan masyarakat semakin meningkat. Nababan (1991: 02) mengungkapkan istilah sosiolinguistik jelas terdiri dari dua unsur: sosio- dan linguistik. Kita mengetahui arti linguistik, yaitu ilmu yang mempelajari atau membicarakan bahasa, khususnya unsur-unsur bahasa (fonem, morfem, kata, kalimat) dan hubungan antara unsurunsur itu (struktur), termasuk hakekat dan pembentukan unsur-unsur itu. Unsur sosio adalah seakar dengan sosial, yaitu yang berhubungan dengan masyarakat, kelompok-kelompok masyarakat, dan fungsi-fungsi kemasyarakatan. Jadi, sosiolinguistik ialah studi atau pembahasan dari bahasa sehubungan dengan penutur bahasa itu sebagai anggota masyarakat. Boleh juga dikatakan sosiolinguistik mempelajari dan membahas aspek-aspek kemasyarakatan bahasa, khususnya perbedaan-perbedaan (variasi) yang terdapat dalam bahasa yang berkaitan dengan fator-faktor kemasyarakatan (sosial).
Sebagai gejala sosial bahasa dalam pemakaiannya tidak hanya ditentukan oleh faktor-faktor linguistik tetapi juga oleh faktor-faktor sosial kultural. Faktor-faktor sosial yang mempengaruhi pemakaian bahasa meliputi usia, tingkat pendidikan, status sosial, tingkat ekonomi, mapun jenis kelamin. Budaya atau kultur disekitar penutur juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi pemakaian bahasa. Suatu keadaan berbahasa lain ialah bilaman orang mencampur dua (atau lebih) bahasa atau ragam bahasa dalam suatu tindak bahasa (speech act atau discourse) tanpa ada sesuatu dalam situasi berbahasa itu yang menuntut pencampuran bahasa itu. Dalam keadaan demikian, hanya kesantaian penutur dan kebiasannya yang dituruti, tindak bahasa yang demikian kita sebut campur kode. Ciri yang menonjol dalam campur kode ini adalah kesantaian ataau dalam situasi informal. Dalam situasi berbahasa yang formal, jarang terdapat campur kode. Kalau terdapat campur kode dalam keadaan demikian, itu disebabkan karena tidak ada ungkapan yang tepat dalam bahasa yang sedang dipakai itu, sehigga perlu memakai kata atau ungkapan dari bahasa asing, dalam bahasa tulisan, hal ini kita nyatakan dengan mencetak miring atau menggarisbawahi kata atau ungkapan bahasa asing yang bersangkutan. Kadang-kadang terdapat juga campur kode ini bila pembicaran ingin memamerkan “keterpelajarannya” atau “kedudukannya” seperti yang dikatakan nababan.

3. Hubungan Campur Kode dan Novel Marriagable
Situasi kebahasaan, perkembangan masyarakat, ilmu pengetahuan serta teknologi yang semakin canggih, baik berasal dari dalam negeri maupun luar negeri mengakibatkan terjadinya campur kode dalam berbahasa. Menurut Suwito campur kode merupakan konvergensi kebahasaan yang unsur-unsurnya berasal dari beberapa bahasa yang masing-masing telah meninggalkan fungsinya dan mendukung fungsi bahasa yang disisipinya. Campur kode sering dilakukan oleh masyarakat Indonesia dalam bentuk lisan maupun tulisan, khususnya yang terdapat dalam buku bacaan karya sastra seperti novel. Novel adalah karangan prosa yang panjang mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku (KBBI, 2003: 788).
Bahasa sebagai alat berkomunikasi antara individu dapat dikaitkan dengan karya sastra karena di dalamnya terdapat media untuk berinteraksi antara pengarang dengan pembaca. Pengarang dapat mengekspresikan perasaan, gagasan, ideologi, dan wawasannya melalui karya sastra. Ekspresi tersebut sebagai perwujudan sesuatu yang dilihat oleh pengarang baik indrawi maupun hakiki. Pembaca sebagai penikmat karya sastra dapat merasakan maksud yang ingin disampaikan oleh pengarang melalui bahasa yang khas dan menarik. Saat ini perkembangan karya sastra di Indonesia khususnya novel sangat pesat dan membanggakan.
Salah satu novel yang terdapat di Indonesia adalah Marriagable karya Riri Sardjono. Novel ini menarik perhatian, hal ini terlihat dari judul novelnya yang menggunakan bahasa asing. Novel Marriagable karya Riri Sardjono setebal 356 halaman ini merupakan novel bergenre metropop yang kisahnya tak lepas dari kata ‘cinta’ dan tentunya gaya khas penulis yang berani dan lugas. Novel ini merupakan karya dari seorang pengarang Indonesia yang berprofesi sebagai arsitek. Novel ini bercerita tentang seorang wanita bernama flory berumur 30 tahun takut menghadapi pernikahan. Orang tuanya kemudian yang menjodohkannya dengan seorang pengacara bernama vadin. Sebuah pernikahan yang tidak diawali dengan cinta, memunculkan komunikasi yang kurang diantara keduanya. Teman-teman flory yang membentuk genk rumpi, membuat novel ini lebih mengasyikan. Obrolan segar khas cewek-cewek muda, mulai dari cowok, pekerjaan, sampai percintaan dan jodoh membuat novel ini ringan untuk dibaca.

4. Penggunaan Campur Kode pada Novel Marriagable Karya Riri Sardjono
Campur kode dibedakan atas campur kode ke dalam (inner-code mixing) dan campur kode keluar (outer-code mixing). Campur kode ke dalam berupa campur kode yang berasal bahasa asli dengan variasi-variasinya, sedangkan campur kode keluar berupa campur kode bahasa asli dengan bahasa asing. Dalam novel Marriagable campur kode yang digunakan adalah campur kode keluar (outer-code mixing), karena menggunakan bahasa asli yaitu bahasa indonesia dengan bahasa asing yaitu bahasa inggris. Faktor-faktor terjadinya campur kode campur kode terdapat pada tiga faktor berikut : (1) identifikasi peran, (2) keinginan menjelaskan atau menafsirkan, dan (3) kebiasaan.

a.    Terjadinya Campur Kode karena Faktor Identifikasi Peran
Jika dalam novel marriageable itu terdapat percakapan yang menunjukkan adanya indikasi mengenai status sosial, pendidikan penutur atau otoritas kekuasaan maka dapat dikategorikan bahwa campur kode itu akibat dari faktor identifikasi peran. Sebagai contoh :

1.    “Kantong rahim sama kayak susu Ultra. Mereka punya expired date.” (M: 3)
“Kantong rahim sama kayak susu Ultra. Mereka punya tanggal kadaluarsa” (M: 3)

2.    “Flory, stop it,” bisik padma memohon sambil berjalan menuju tempat Vadin dan Bimo duduk. (M: 182)
“Flory, hentikan ini semua,” bisik padma memohon sambil berjalan menuju tempat Vadin dan Bimo duduk. (M: 182)

3.    “Perempuan memang amazing, bahkan dalam niat jahatnya kita masih sangat penyayang.” (M: 172)
“Perempuan memang luar biasa, bahkan dalam niat jahatnya kita masih sangat penyayang.” (M: 172)

4.    “Apa lo nggak punya vocabulary yang lain?” Tanya Dina jengkel. (M: 163)
“Apa lo nggak punya pembendaharaan kata yang lain?” Tanya Dina jengkel. (M: 163)

5.    Lelaki selalu datang dan pergi, tapi fashion is forever.” (M:31)
Lelaki selalu datang dan pergi, tapi fashion is forever.” (M:31)

Cuplikan dialog pada Novel Marriagable di atas menunjukkan telah terjadi campur kode yang disebabkan karena faktor identifikasi peranan. Hal ini dipertimbangkan dari status sosial, pendidikan penutur atau otoritas kekuasaan. Pada kelima cuplikan dialog di atas, salah satunya Dina berbicara dengan status sosial dia sebagai wanita yang sudah menikah terlebih dahulu dan memiliki pengalaman banyak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa peristiwa cuplikan dialog diatas memberikan indikasi dimana penutur memiliki status sosial yang lebih tinggi dibandingkan lawan tuturnya.

b.        Terjadinya Campur Kode karena Faktor Keinginan Menjelaskan atau Menafsirkan
Jika dalam novel marriageable itu terdapat percakapan yang menunjukkan adanya indikasi bahwa penutur mengadakan kontak langsung dengan lawan tuturnya dan berusaha menjelaskan atau menafsirkan sesuatu, maka dapat dikategorikan bahwa campur kode ini terjadi karena faktor menjelaskan dan menafsirkan. Sebagai contoh :

1)        Darling, elo akan terlihat  sangat desperate,” jawab Dina mendesah. (M: 1)
“Sayang, elo akan terlihat  sangat putus asa,” jawab Dina mendesah. (M: 1)

2)        “Tapi gue yakin deep down inside elo semua tetap aja nyari Mr. Right.”(M: 11)
“Tapi gue yakin jauh di lubuk hati elo semua tetap aja nyari Mr. Sempurna .” (M: 11)

3)        “Tapi another part of me ngerasa beruntung karena hidup gw masih bebas.” (M:47)
“Tapi bagian lain dari diri gw ngerasa beruntung karena hidup gw masih bebas.” (M: 47)

4)        Dia memang selalu kesal setiap kali topik pembicaraan tentang percintaan ala fairy tales-nya berkembang menjadi sesuatu yang down to earth, mengacu pada istilah dina. (M: 11)
Dia memang selalu kesal setiap kali topik pembicaraan tentang percintaan ala dongeng-nya berkembang menjadi sesuatu yang rendah hati, mengacu pada istilah dina. (M: 11)


5)        “Dan lagi, biasanya para lelaki malas mencari istri di kalangan early thirty and up.” (M:10)
“Dan lagi, biasanya para lelaki malas mencari istri di kalangan hampir 30 tahun ke atas.” (M:10)

Cuplikan dialog pada Novel Marriagable di atas menunjukkan telah terjadi campur kode yang disebabkan karena faktor keinginan menjelaskan atau menafsirkan. Hal ini dapat dilihat dari adanya keinginan dari penutur untuk mengekspresikan atau menjelaskan sesuatu, misalnya pada kata desperate yang menggantikan kata putus asa memberikan gambaran kemungkinan (menafsirkan) keadaan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa cuplikan dialog diatas menunjukkan bahwa telah terjadi campur kode bahasa yang disebabkan keinginan penutur menjelaskan dan menafsirkan sesuatu kepada pembacanya.

c.         Terjadinya Campur Kode karena Faktor Kebiasaan
Jika dalam novel marriageable itu terdapat percakapan yang memperlihatkan terjadinya campur kode akibat dari pergaulan antar penutur bahasa tanpa mempunyai maksud tertentu. Sebagai contoh :
1)        “Perempuan nggak pernah makan kalau lagi nge-date.” (M: 15)
“Perempuan nggak pernah makan kalau lagi kencan.”  (M:15)

2)        “Thank you buat sarannya.” (M: 355)
Terima kasih buat sarannya.” (M: 355)

3)        Ladies, bukan penyebabnya yang penting,” ujar Dina mencoba mencairkan suasana. (M:208)
Wanita, bukan penyebabnya yang penting,” ujar Dina mencoba mencairkan suasana. (M:208)

4)        Game, dalam komputernya tiba-tiba berhenti bergerak dan mengeluarkan suara. (M: 292)
Permainan, dalam komputernya tiba-tiba berhenti bergerak dan mengeluarkan suara. (M: 292)

5)        “Kalau para lelaki bisa dengar statement lo sekarang, mereka pasti langsung memutuskan ganti kelamin.” (M: 298)
“Kalau para lelaki bisa dengar pendapat lo sekarang, mereka pasti langsung memutuskan ganti kelamin.” (M: 298)

Cuplikan dialog pada Novel Marriagable di atas menunjukkan telah terjadi campur kode yang disebabkan karena faktor kebiasaan. Peristiwa campur kode di atas semata-mata terjadi karena pertemuan atau pergaulan yang kerap terjadi dalam suatu komunitas berbahasa, sehingga dianggap menjadi campur kode karena faktor kebiasaan.

5. Simpulan 
Bahasa itu beragam, artinya, sebuah bahasa mempunyai kaidah atau pola tertentu yang sama, namun karena bahasa itu dipergunakan oleh penutur heterogen dan yang mempunyai latar belakang sosial dan kebiasaan yang berbeda, maka bahasa itu beragam. Bahasa di dalam realisasinya selalu ada pada konteksnya. Konteks yang dimaksud dalam pengertian ini adalah konteks sosio-kulturalnya. Dalam situasi pertuturan baik bersifat formal maupun yang bersifat informal, baik lisan maupun tulis sering ditemukan orang bertutur dengan menggunakan bahasa tertentu tiba-tiba mengganti bahasanya. Mengganti bahasa diartikan sebagai tindakan mengalihkan bahasa maupun mencampur antara bahasa satu dengan bahasa lainnya.
Faktor-faktor sosial yang mempengaruhi pemakaian bahasa meliputi usia, tingkat pendidikan, status sosial, tingkat ekonomi, mapun jenis kelamin. Budaya atau kultur disekitar penutur juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi pemakaian bahasa. Suatu keadaan berbahasa lain ialah bilaman orang mencampur dua (atau lebih) bahasa atau ragam bahasa dalam suatu tindak bahasa (speech act atau discourse) tanpa ada sesuatu dalam situasi berbahasa itu yang menuntut pencampuran bahasa itu. Dalam keadaan demikian, hanya kesantaian penutur dan kebiasannya yang dituruti, tindak bahasa yang demikian kita sebut campur kode. Ciri yang menonjol dalam campur kode ini adalah kesantaian atau dalam situasi informal. Dalam situasi berbahasa yang formal, jarang terdapat campur kode. Kalau terdapat campur kode dalam keadaan demikian, itu disebabkan karena tidak ada ungkapan yang tepat dalam bahasa yang sedang dipakai itu, sehigga perlu memakai kata atau ungkapan dari bahasa asing, dalam bahasa tulisan, hal ini kita nyatakan dengan mencetak miring atau menggaris bawahi kata atau ungkapan bahasa asing yang bersangkutan. Campur kode sering dilakukan oleh masyarakat Indonesia dalam bentuk lisan maupun tulisan, khususnya yang terdapat dalam buku bacaan karya sastra seperti novel.
Novel merupakan karangan bebas. Maka seorang pengarang bebas mengekspresikan tulisannya baik yang menyangkut penggunaan bahasa maupun penekanan-penekanan pada kata atau kalimat. Karena tidak terikat oleh suatu aturan-aturan yang harus dipakai. Maka tidak menutup kemungkinan bahasa yang digunakan sehari-hari dapat tertuang dalam karyanya. Dalam novel Marriagable karya Riri Sardjono campur kode yang digunakan adalah campur kode keluar (outer-code mixing), karena menggunakan bahasa asli yaitu bahasa indonesia dengan bahasa asing yaitu bahasa inggris. Faktor-faktor terjadinya campur kode campur terdapat pada tiga faktor berikut : (1) identifikasi peran, (2) keinginan menjelaskan atau menafsirkan, dan (3) kebiasaan. Secara keseluruhan faktor-faktor tersebut memang terdapat pada campur kode pada novel marriageable. Penggunaan campur kode pada novel ini disesuaikan dengan kondisi dan situasi. Selain itu, dalam novel marriageable penggunaan campur kode juga menjadi daya tarik tersendiri, karena bahasa yang ditampilkan cenderung lugas dan berani dengan nuansa masyarakat urban yang kental.  


DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul. 2004. Sosiolinguistik (Perkenalan Awal). Jakarta: PT Rineka Cipta.
Rahardi, Kunjana. 2001. Sosiolinguistik, Kode dan Alih Kode. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.Nababan. 1993. Sosiolinguistik (Suatu Pengantar). Jakarta: Gagas Media.

TES BAHASA

oleh Kelompok 5:
Kinanti Swastika, Nur'aini, dan Yuni Chaerunnufus

A. Pendahuluan
            Dewasa ini tidak sedikit pengarang buku di Indonesia yang menulis buku yang khususnya membahas tentang evaluasi pembelajaran. Ada yang membahas evaluasi dari seluruh disiplin ilmu seperti Prof. Suharsimi dan ada pula yang membahas evaluasi per disiplin ilmu. Seperti pada kesempatan kali ini kami akan membedah sebuah buku evaluasi yang mengandung pembahasan dari disiplin ilmu yakni ilmu bahasa.  Judul buku yang kami bahas adalah TES BAHASA Pegangan Bagi Pengajar Bahasa. Buku yang dikarang oleh Prof. Dr. M. Soenardi Djiwandono adalah buku yang diterbitkan oleh penerbit Indeks.
          Pada tahun 2008 bertepatan di kota Jakarta buku pengembangan dari buku Tes Bahasa dalam Pengajaran yang pernah terbit tahun 1996 ini diterbitkan. Buku ini adalah buku cetakan pertama, dengan kata lain buku ini dapat dikatakan buku baru. Ketebalan buku dapat dikatakan tebal atau tipis merupakan hal yang relatif dengan kata lain semua kembali kepada pembaca yang menilai. Namun, menurut kami buku ini memiliki ketebalan yang ideal artinya tidak terlalu tipis atau pun terlalu tebal bagi buku berjenis ilmiah. Tes Bahasa Pegangan Bagi Pengajar Bahasa memiliki xiv + 260 halaman.
          Buku yang merupakan pengembangan dari buku Tes Bahasa dalam Pengajaran adalah buku yang megupas masalah tes dan aspek tes secara lebih mendalam. Penulisan buku ini mengacu pada pentingnya keberadaan alat yang membantu menyusun, menyelenggarakan, dan memproses hasil tes sebagai bagian dari kurikulum pembelajaraan bahasa. Di samping itu, buku ini secara khusus mempersiapkan diri untuk pengajar bahasa sebagai bahan review dan penyegaran untuk bidang pebelajaran serupa di tingkat lebih tinggi.
           Buku karangan Prof. Dr. M. Soenardi Djiwandono ini terdiri dari delapan bab yang membahas tentang masalah yang bekaitan dengan tes bahasa dan segala aspek ciri tes. Buku yang bersampul biru ini dengan motif sederhana, dirancang untuk mengevaluasi hasil belajar atau kemampuan berbahasa dari siswa atau peserta didik. Bagi calon pendidik khususnya yang akan mengajar disiplin ilmu kebahasaan, buku ini tepat dijadikan referensi untuk menyusun soal, pelaksaan tes, slah terampai evaluasi khusus disiplin ilmu bahasa. Seperti yang dikatakan oleh penulis dalam kata pengantar “sasaran utama dari penulisan buku ini adalah pengajar bahasa di berbagai jenis jenjang pendidikan di tingkat sekolah dasar dan sekolah menengah, bahkan perguruan tinggi”. Jika ditelaah lebih lanjut setiap disiplin ilmu memiliki ciri atau karakternya masing-masing dan karakter tersebut tentu mempengaruhi evaluasi dan lain sebagainya dalam proses pembelajaran. Namun demikian, semua disiplin ilmu pada hakikatnya memiliki kesinambungan.
          Sama halnya dengan buku-buku yang lain, buku ini juga terdapat sistematika dalam penyusunan komponen-komponen buku, mulai dari pendahuluan sampai dengan daftar pustaka. Namun, perbedaan buku ini dengan yang lainnya yaitu di awal setelah pembaca membuka sampul akan melihat kata pengantar, setelah itu daftar isi, dan biasanya dalam buku-buku yang lain langsung melihat pendahuluan atau isi buku tetapi tidak pada buku ini. Setelah pembaca membaca daftar isi, akan menemuka daftar-daftar yang lain, seperti daftar bagan,  daituftar contoh, daftar gambar, daftar rumus, dan daftra tabel. Begitu rincinya buku ini sampai daftar saja sudah dijabarkan. Format penyusunan seperti  itu tentu membantu pembaca dalam menemukan halaman, gambar, bagan, dan lain sebagainya seperti disebutkan di atas. Lebih dalam lagi, di dalam buku ini kita akan menemukan pembahasan-pembahasan yang disertai dengan ringkasan dan pertanyaan untuk didiskusikan. Ringkasan pembahasan juga memudahkan pembaca buku untuk mengetahui isi dari pembahasan secara singkat. Di balik kelebihan yang dimiliki buku bersampul biru muda ini ditemukan pula kejanggalan yang dapat dikategorikan kekurangan dari buku ini. Jika kita membaca dengan seksama kita akan menemukan kelemahan dari penyuntingan buku ini, seperti masih terdapat penulisan ejaan yang salah atau terbalik. Kemudian materi yang disaijikan masih sebatas hak yang sama dengan materi sebelumnya (pada pembahasan penilaian tes kemampuan menulis, penulis hanya menjustifikasikan penilaian yang sama). Terlepas dari hal tersebut, buku ini dapat dikatakan konsisten bila dilihat secara keseluruhan karena pembahasan demi pembahasan tidak menghilangkan esensi penilaian dari aspek bahasa itu sendiri.

B. Isi Buku
Buku TES BAHASA: Pegangan bagi Pengajar Bahasa ini merupakan pengembangan dari buku Tes Bahasa dalam Pengajaran oleh penulis yang sama, dan yang diterbitkan oleh Penerbit ITB Bandung pada tahun 1996. Berbeda dengan buku tahun 1996 itu, buku ini meliputi cakupan yang lebih luas tentang tes pada umumnya dan tes bahasa khususnya. Kupasan tentang berbagai masalah yang ada kaitannya dengan tes bahasa disajikan lebih mendalam, dilengkapi dengan contoh-contoh dan ulasan yang lebih lengkap, termasuk rumus-rumus  perhitungan yang sering perlu digunakan untuk mengungkap berbagai aspek dan ciri tes, khususnya tes bahasa. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk menyediakan buku tes pembelajaran, khususnya pembelajaran bahasa, yang dapat digunakan sebagai pegangan bagi pengbagi pengajar bahasa di berbagai tingkat dan jenjang pendidikan, mulai pendidikan dasar sampai pendidikan menengah.
            Di samping menyediakan menyediakan rujukan dan panduan bagi pengajar bahasa pada umumnya, buku ini dimaksudkan juga untuk melengkapi ketersediaan bahan rujukan bidang tes bahasa yang hingga dewasa ini pada umumnya masih ditulis dalam bahasa asing, khususnya bahasa Inggris.
            Berdasarkan tujuan yang dipaparkan di atas, buku ini mengawali paparannya dengan bahasan tentang landasan dan latar belakang penyelenggaraan tes bahasa pada bab (1) Evaluasi Kemampuan Bahasa, yang mengetengahkan fungsi tes bahasa dalam penyelenggaraan pembelajaran bahasa pada umumnya. Dalam bab ini membahas tentang evaluasi kemampuan bahasa atas dasar tinjauan tentang hakikat dan kedudukan evaluasi dalam pembelajaran bahasa, tujuan dan kegunaan evaluasi kemampuan bahasa, sasaran evaluasi kemampuan bahasa, dan evaluasi, pengukuran dan tes kemampuan bahasa. 
Dilanjutkan dengan bab (2) Pendekatan Tes Bahasa, yang menyajikan beberapa cara memandang dan memahami bahasa yang berbeda-beda, sesuai dengan perkembangan ilmu bahasa yang dasar dan latar belakang masing. Pendekatan mengacu pada cara bagaimana sesuatu objek kajian seperti bahasa, dicoba dipahami sebagai dasar untuk melakukan kajian yang lebih lengkap dan lebih rinci serta sebagai acuan bagi berbagai bentuk implementasi dan pemanfaatannya lebih praktis, seperti tes bahasa dalam pembelajaran bahasa, yang merupakan terapan dari kajian tentang bahasa (linguistik).
Perbedaan carapandang terhadap bahasa itu sendiri dapat dikenali dan ditelusuri keberadaannya pada berbagai cabang kajian bahasa, termasuk tes bahasa, dalam bentuk (a) pendekatan tradisional, (b) pendekatan diskret (c) pendekatan integratif, (d) pendekatan pragmatik, dan (e) pendekatan komunikatif.
Semua itu memberikan gambaran adanya berbagai cara pandang dan menyikapi bahasa sebagai dasar dalam pemahaman tentang bahasa, termasuk penerapannya dalam tes bahasa dengan pendekatan yang berbeda-beda, masing-masing dengan identifikasidan ciri-cirinya sendiri.
Pada bab selanjutnya yakni bab (3) dikupas secara rinci mengenai perbedaan Jenis Tes Secara Umum, yang membahas jenis dan ciri-ciri tes sebagaimana dikenal dan digunakan dalam wacana tentang tes pada umumnya. Pada bab ini dipahami bahwa tes bahasa memiliki jenis dan ciri-ciri khusus tersendri yang berbeda dengan ciri-ciri tes bidang kajian yang lain.
Pembedaan itu dilakukan mula-mula ke dalam dua kelompok besar, yaitu kelompok jenis tes secara umum yang lazim dikenal dan digunakan dalam pembelajaran bidang kajian bahasa. Kedua kelompok jenis itu dibahas pada dua bab yang berbeda, masing-masing bahasan disertai dengan bahasan yang lebih rinci, termasuk identifikasi dan ciri-ciri pokok, penyusunan dan pengembangan, penskoran, kelebihan dan kelemahan, serta contoh-contoh yang perlu disajikan untuk lebih jelas lagi
Oleh karena itu disajikan bab (4) Jenis Tes Bahasa, yang membahas teks yang khusus hanya dikenal dan digunakan dalam pembelajaran bahasa. Bab ini menyajikan bagaimana tes dibedakan satu dari yang lain dan menghasilkan berbagai jenis tes.
Sebagai kelanjutan dari bab sebelumnya yang membahas kelompok jenis tes yang dapat dittemukan dan digunakan dalam pembelajaran bidang kajian pada umumnya, termasuk pembelajaran bidang kajian bahasa. Jenis tes yang secara khusus dikenal dan digunakan dalam bidang bahasa itu dikelompokan ke dalam tga jenis tes bahasa berdasarkan (1) pendekatan kajian bahasa, (2) sasaran tes bahasa, dan (3) tes bahasa khusus.
Pembahasan tentang ukur mutu tes dikupas di bab (5) Ciri-ciri Tes yang, dengan bahasan tentang hakekat, jenis, dan cara verifikasinya yang dapat diterapkan pada tes berbagai bidang kajian, termasuk tes bahasa. Dalam penyelenggaraan pembelajaran bahasa, evaluasi ditujukan terhadap tingkat kemampuan bahasa sebagai pencerminan hasil pembelajaran. Secara tidak langsung hasil evaluasi itu bahkan juga dimaksudkan sebagai umpan balik bagi seluruh aspek penyelenggaraan pembelajaran.
Evaluasi diiharapkan mampu memberikan umpan balik bagi penyelenggaraan pembelajaran, secara keseluruhan, dan oleh karena itu perlu dilakukan dengan baik dan dengan menggunakan tes sebagai alat yang bermutu dan dapat dipertanggungjawabkan serta memiliki syarat-syarat yakni, (1) validitas, (2) realibilitas, di samping (3) ciri-ciri yang lain. 
Selanjutnya dalam bab (6), penulis memaparkan bagaimana penyusunan tes dilakukan pengajar. Penulis mengemukakan terdapat dua tahap penyusunan rencana tes yakni tahap mendapatkan informasi kelembagaan di mana tes itu diselenggarakan dan tahap pemahaman garis besar tes yang akan dibuat. Dalam bab ini pula penulis menjabarkan delapan penyusunan perangkat tes yang diawali dengan penyusunan kisi-kisi tes, kemudian dengan penulisan butir-butir tes, penulisan petunjuk jawaban, penetapan metode validasi, pengumpulan umpan balik untuk perbaikan tes, revisi terhadap konsep tes, dan diakhiri dengan tahap penyusunan seluruh perangkat tes.
Selanjutnya bagaimana skor yang diperoleh sebagai hasil penyelenggaraan tes yang telah disusun itu dibahas pada bab (7) Analisis Hasil Tes. Bab ini membahas langkah-langkah yang perlu dilakukan setelah tes selesai diselenggarakan. Langkah-langkah tersebut perlu dilakukan agar diperoleh informasi untuk pembuatan keputusan berdasarkan hasil tes berupa skor dan perbaikan terhadap tes yang mungkin perlu dilakukan. Langkah-langkah tersebut meliputi (a) penskoran pekerjaan peserta tes, dan (2) pengolahan skor, serta (c) analisis tes secara keseluruhan.
               Judul (bab) 8 dalam buku TES BAHASA berjudul Interpretasi Hasil Tes yang menjabarkan penetapan skor dengan acuan pokok penilaian acuan pokok (PAN), dan penilaian acuan kriteria(PAK).  PAN dalam buku ini dijabarkan sebagai dasar interpretas sederetan skor hasil pengerjaan tes oleh sekolompok peserta. Kemudian interpretasi PAK mendasarkan diri pada kriteria suatu deskrpisi rinci tentang tingkat kemampuan minimum yang harus ditunjukkan oleh peserta tes.
            Untuk memfasilitasi pemahaman isi antar hubungan hal-hal yang telah dibahas pada setiap bab, buku ini menyajikan pula dalam bentuk ringkasan yang terdiri dari rumusan butir-butir intisari dari bab yang bersangkutan. Kupasan dari setiap bab diakhiri dengan sejumlah pertanyaan tentang hal-hal yang berkaitan dengan isi bab dalam bentuk pertanyaan diskusi. Maksud penulis menyajikan bentuk pertanyaan diskusi itu dimaksudkan sebagai dorongan bagi pengguna buku ini yang tengah mempersiapkan diri dalam meningkatkan kualifikasinya sebagai pengajar bahasa, untuk menerapkan pemahamannya dibidang tes bahasa, dan memperkayanya dengan diskusi berdasarkan pengayaan dari bacaan dan kajian sumber-sumber lainnya yang sesuai.

C. Kesimpulan
          Hari demi hari dunia penulisan di Indonesia semakin berkembang baik dari penulisan fiksi maupun non fiksi, seperti buku ini yang membahas evaluasi disiplin bahsa. Tentu dari sekian banyaknya buku yang menjamur seiring dengan penulis yang berganti-ganti gaya penulisan dan pemahaman, akan banyak pula jenis-jenis buku yang berterbitan. Salah satunya adalah buku yang dibahas pada laporan ini, merupakan buku evaluasi yang mengangkat tema evaluasi bahasa. Dengan kata lain, buku ini mengupas tuntas segala aspek penilaian atau evaluasi yang terkait dengan bidang ilmu bahasa. Mari kita lihat kembali sekilas pembahasan yang terdapat dalam buku karya Prof. Dr. M. Soenardi Djiwandono ini. Secara keseluruhan buku Tes Bahasa Pegangan Bagi Pengajar Bahasa ini tidak jauh berbeda dengan buku evaluasi yang membahas proses evaluasi pada bidang ilmu umum (yang mencangkup semua disiplin ilmu). Namun, bila kita telaah banyak perbedaan. Perbedaan yang ada bukanlah konsep dasar mengenai evaluasi itu sendiri melainkan perbedaan tersebut terletak pada pembahasan tentang aspek penilaian, evaluasi, dan lain sebagainya yang lebih dispesifikasikan untuk pembelajaran bahasa saja.
          Pada bab 1 membahas tentang Evaluasi Kemampuan Bahasa. Pada bab ini di awali dengan hakikat dari evaluasi dalam pembelajaran secara keseluruan atau umum singkatnya membahas tentang konsep dasar mengenai evaluasi pembelajaran. Kemudian lebih dikerucutkan lagi pembahasannya mengenai tujuan, sasaran evaluasi, pengukuran, dan tes kemampuan bahasa. Melalui bab ini pembaca disatukan persepsinya mengenai evaluasi yang akan dibahas pada buku ini. Selanjutnya pada bab 2 dengan sub judul Pendekatan Tes Bahasa. Di mulai dari bab ini terlihat spesifikasi buku evaluasi yang membahas evaluasi kemampuan berbahasa saja karena pada bab ini akan dibicarakan tentang berbagai pendekatan yang dirancang untuk membentuk tes penguji kemampuan berbahasa saja. Berlanjut pada bab 3 dengan sub judul Jenis Tes Secara Umum. Bab ini menyajikan bagaimana tes dibedakan satu dari yang lain dan menghasilkan berbagai jenis tes. Pada awalnya dibahas jenis tes yang berlaku pada bidang ilmu pada umumnya, termasuk di dalamnya bidang bahasa kemudian barulah dikhususkan jenis tes yang berlaku untuk bidang bahasa. Pada bab 4, Jenis Tes Bahasa. Bab 4 merupakan kelanjutan dari bab 3. Namun, bab ini lebih membahas secara khusus jenis tes yang akan digunakan pada disiplin ilmu bahasa. Ciri-ciri Tes yang Baik yakni bab selanjutnya, bab 5. Sama halnya pada buku-buku evaluasi yang lain ditemukan pula topik pembicaraan tentang ciri tes yang baik yakni cara menguji tes dengan kevalidannya dan reliabilitasan sebuah tes. Bab 6, Penyusunan tes. Ditemukan pula pada buku evaluasi ini tentang penyusunan tes. Pembahasan ini pun dibahas pada buku-buku evaluasi yang membahas atau berlaku di berbagai bidang ilmu. Bab 7 dengan sub judul Analisis Hasil Tes. Bab ini membahas dan menginformasikan kepada pembaca mengenai bagaiman cara menganalisis hasil tes peserta didik. Bab ini pun banyak ditemukan di berbagai buku evaluasi yang tidak hanya membahas satu disiplin ilmu bahasa saja melainkan berlaku secara umum. Bab terakhir pada buku ini yakni bab 8 dengan sub judul Interpretsi Hasil Tes. Bab ini membahas langkah selanjutnya setelah selesai dilakukan penskoran terhadap hasil pekerjaan peserta didik yang menghasilkan skor, yaitu angka dari jawaban benar peserta didik. Sama seperti buku evaluasi pada umumnya interpretasi hasil tes ini menggunakan dua acuan yakni yang biasa kita kenal dengan PAN (Penialian Acuan Norma) dan PAK (Penilaian Acuan Kriteria). Bab ini pun dapat digunakan oleh pembaca yang bukan hanya bergerak di bidang ilmu bahasa saja melainkan semua bidang ilmu karena sifatnya berlaku untuk umum.
          Dari penjabaran bab per bab secara singkat di atas dapat disimpulkan beberapa hal yakni buku karya Prof. Dr. M. Soenardi Djiwandono ternyata walau memiliki judul Tes Bahasa Pegangan Bagi Pengajar Bahasa namun kebermanfaatannya tidak hanya dapat dinikmati oleh insan yang bergerak di bidang bahasa saja melainkan semua bidang ilmu dapat mengambil manfaat dari buku ini. Sebagai contoh, beberapa bab yang berlaku secara umum dan dapat digunakan oleh mereka yang bukan bergerak di bidang ilmu bahasa misalnya bab 3 dengan sub judul Jenis Tes Secara Umum, bab 5 Ciri-ciri Tes yang Baik, bab 6 Penyusunan tes, bab 7 dengan sub judul Analisis Hasil Tes, dan terakhir bab 8 dengan sub judul Interpretsi Hasil Tes. Dari delapan bab yang disajikan dalam buku ini ada lima bab yang berlaku secara umum. Walau demikian, bila dilihat secara umum buku ini memang layak digunakan oleh para pendidik atau pun calon pendidik yang akan mengajarkan ilmu bahasa kepada peserta didik.  

D. Saran
          Tidak ada makhluk ciptaan-Nya yang sempurna begitu pula dengan hasil karya. Tidak ada hasil karya yang sempurna, di setiap hasil karya tentu ada kelebihan dan kelemahan yang terkandung. Namun, sebagai pembaca yang cerdas seharusnya lebih peka dengan hasil-hasil karya dari para pekarya tersebut. Bersikap selektif dalam memilih bacaan karena di balik bacaan tidak hanya mengandung manfaat yang berarti dalam kehidupan namun juga ada bacaan yang justru merusak moral dan pemahan kita.   
          Tes Bahasa Pegangan Bagi Pengajar Bahasa salah satu contoh buku yang bermanfaat bagi pembaca khususnya orang yang bergerak di dalam dunia pendidikan bahasa. Dari buku ini kita akan memperkaya dan menyempurnakan ilmu untuk memperlancar proses pembelajaran bahasa yang nantinya akan menghasilkan peserta didik yang cakap berbahasa. Disarankan kepada pendidik atau calon pendidik bahasa, menjadikan buku ini sebagai salah satu referensi untuk mendidik peserta didik. Mengapa kami mengatakan salah satu referensi? Karena seperti yang kami katakan sebelumnya, tidak ada hasil karya manusia yang sempurna. Oleh karena itu, banyak membaca dan memperkaya referensi dapat menyempurnakan pemahaman kita akan sesuatu hal.
          Bagi penulis tanah air yang selalu berproses untuk menjadi yang lebih baik, karya dapat dikatakan karya bila bermanfaat tidak hanya bagi diri sendiri melainkan juga bagi orang lain. Oleh karena itu, berkaryalah sesuai dengan kebutuhan yang ada pada masyarakat akademik dan umum agar kebermanfaatan tersebut dapat dirasakan oleh khalayak.